Arsip Majalah FFB
Dimuat Pada Majalah FFB - September 2014 (27 Th FFB)Oleh :
1. Pengantar
Tahun ini merupakan
tahun ketiga Forum Film Bandung bekerja sama dengan SCTV dalam pelaksanaan rangkaian
acara sampai dengan Malam Anugrah Festival Film Bandung 2014, akan diselenggarakan
pada hari Sabtu, 13 September 2014, yang akan disiarkan secara langsung (live) dari Monumen Perjuangan Rakyat
Jawa Barat Jln. Dipatiukur No. 48 Bandung.
Penyelenggaraan
Festival Film Bandung 2014 ini merupakan penyelenggaraan yang ke-27 sejak didirikan
pada tahun 1987 yang lalu. Di satu sisi, hal ini merupakan prestasi tersendiri,
karena hanya FFB-lah festival film di tanah air yang bisa bertahan dengan
penyelenggaraan 27 kali berturut-turut tanpa ada satu tahun pun yang
terlewatkan. Di sisi lain, ini juga merupakan tantangan agar sebagai suatu
festival yang mapan, dapat memberikan kontribusinya bagi kemajuan perfilman
Indonesia. Perihal kontribusi ini tentu Forum Film Bandung tidak dapat mengukurnya
sendiri, tetapi diperlukan bantuan dari berbagai pihak, sehingga diperoleh
penilaian yang lebih objektif, apakah dari pihak pemangku kepentingan perfilman
nasional maupun pers.
Forum Film Bandung
bisa mencapai bentuknya yang sekarang ini berkat terjalinnya rasa kekeluargaan
yang tinggi di kalangan para pengurusnya, di samping perhatian, bantuan, dan
dukungan banyak pihak, terutama Bapak Gubernur, Bapak Wakil Gubernur, beserta
jajaran Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Persatuan Produser Film Indonesia beserta
para anggotanya, rekan-rekan pers baik media cetak maupun elektronik, serta
stasiun televisi SCTV.
2. Perjalanan Festival Film Bandung
FFB
lahir tahun 1987 dari niat sekelompok warga Bandung dengan berbagai latar
belakang, yakni budayawan, seniman, akademisi, wartawan, dan praktisi yang
sering menonton film-film baru di preview
room Kharisma Jabar Film. Kepedulian terhadap perfilman di Indonesia
mendorong seringnya dilakukan diskusi atas film yang ditonton. Kemudahan untuk
menyaksikan film-film baru, rangsangan untuk menganalisis film, keprihatinan
atas apresiasi, dan kebutuhan untuk bertemu dan bertukar pikiran secara tetap,
menimbulkan gagasan untuk mewujudkan suatu kesimpulan atas film-film yang
disaksikan bersama, akhirnya didirikanlah Festival Film Bandung.
Para
pendiri FFB adalah Ir. H. Chand Parwez Servia (kini Ketua Dewan Pembina FFB),
H. Eddy D. Iskandar (kini Ketua Umum FFB),
Dr. Edison Nainggolan (kini Ketua merangkap Ketua Bidang Pengamatan
FFB), Prof. Dr. Sutardjo A. Wiramihardja. Prof. Drs. Saini KM, H. Us Tiarsa R.,
Prof. Drs. Jakob Sumardjo, Hernawan, S.H., Yayat Hendayana, Drs. Sunaryo, Dra.
Sofia F. Mansoor, serta beberapa orang yang telah tiada (almarhum): Suyatna
Anirun, Hilman Riphansa, H. Bram M. Darmaprawira, Prof. Sudjoko, M.A., Ph.D., dan
Duduh Durahman.
Untuk
pertama kalinya Film dan Narafilm Terpuji diumumkan dalam sebuah konferensi
pers pada tanggal 31 Maret 1988, bertempat di Rumah Makan Babakan Siliwangi
Bandung.
Pada awalnya, FFB didirikan bernama
Festival Film Bandung, namun Menteri Penerangan pada waktu itu menyatakan bahwa
satu-satunya festival film di Indonesia adalah Festival Film Indonesia (FFI),
sehingga FFB tidak boleh melakukan kegiatan dengan menggunakan istilah festival,
dan dihimbau untuk berganti nama. Menanggapi larangan tersebut, atas saran
Prof. Sudjoko, M.A., Ph.D. (Alm.), dalam rapat FFB, diputuskanlah penggunaan
nama “Forum Film Bandung” dengan singkatan tetap FFB.
Dalam
perkembangannya, FFB mampu bertahan dan teruji konsistensinya melakukan pengamatan
serta mengumumkan Film dan Narafilm Terpuji secara berkelanjutan tanpa satu
tahun pun absen, dan tumbuh menjadi lembaga yang kredibel. Sehingga tidaklah
berlebihan bila oleh banyak pihak terutama para pemangku kepentingan (stake holders) perfilman nasional, FFB
dianggap sebagai “barometer” prestasi insan perfilman nasional. Barangkali,
itulah yang mendorong beberapa tokoh perfilman nasional dalam berbagai
kesempatan, dan secara formal disampaikan oleh mantan Ketua Badan Pertimbangan
Perfilman Nasional (BP2N) pada waktu itu, Slamet Rahardjo (mewakili insan
perfilman nasional) pada Upacara Pengumuman Film dan Narafilm Terpuji FFB
tanggal 1 April 2002, “suatu desakan” agar nama Forum Film Bandung mulai tahun
2003 yang akan datang dikembalikan kepada nama awal berdirinya, yakni Festival
Film Bandung. Dengan demikian FFB sebagai kegiatan berskala nasional yang
setiap tahun diadakan di Bandung memiliki gaung yang lebih besar. Desakan
tersebut muncul pada saat Festival Film Indonesia (FFI) dan Festival Sinetron Indonesia
(FSI) telah lama terhenti kegiatannya. Menanggapi desakan tersebut, melalui
rapat FFB diputuskanlah bahwa Forum Film Bandung menyelenggarakan Festival Film
Bandung setiap tahun. Jadi, lembaga penyelenggaranya Forum Film Bandung (FFB)
dan kegiatannya Festival Film Bandung (FFB).
Berbeda
dengan Festival Film Indonesia (FFI) yang menggunakan istilah Panitia dan Dewan
Juri, FFB menggunakan istilah “Regu Pengurus” dan “Regu Pengamat”. Ketua Regu
Pengurus FFB pertama adalah Ir. Chand Parwez Servia, sedangkan Ketua Regu
Pengamat FFB pertama, Prof. Sudjoko, M.A., Ph.D. , dengan Dewan Penasihat FFB
Ateng Wahyudi (Walikota Bandung), dan Bram M. Darmaprawira (Pemimpin Redaksi HU
Pikiran Rakyat).
3. Penilaian FFB
Hasil penilaian tertinggi
FFB diberi predikat ‘Terpuji’. Istilah ‘Terpuji’,
maknanya memiliki pengertian ‘Yang
Mendapat Pujian’ atau ‘Yang Patut
Dipuji’. Pengertian serupa dalam kata ‘Teratur’,
‘Terpandang’ atau ‘Terhormat’. Jadi, awalan ‘Ter’ di sini bukan menyatakan keadaan ‘Paling’ atau ‘Sangat’.
Dalam memilih film maupun narafilm (unsur-unsur film) yang patut diberi
penghargaan ‘Terpuji’, FFB sepakat
untuk tidak beranggapan bahwa pilihan ini mutlak yang terbaik. FFB hanya berniat
membantu masyarakat meningkatkan pemahaman (appreciation)
dan wawasan, agar penonton film Indonesia mempunyai bahan bandingan, baik di
antara film nasional maupun dengan film mancanegara. Maka dari itu, film maupun
narafilm yang terpilih, yang ‘Terpuji’,
boleh jadi ada beberapa (tidak hanya satu).
Dalam menilai, FFB
lebih mengutamakan tema (theme), segi
maksud, segi gagasan, segi cipta atau reka, segi keaslian (originality), juga segi pembaruan dan kemantapan (consistency). Sementara itu disadari
bahwa hal-hal pokok ini dapat didukung atau malah diganggu oleh aneka rinci (suara,
gerak, ucapan, pencahayaan, tata gambar, peristiwa dan lain-lain.), artistik
(pakaian, kendaraan, perabot dan aneka benda lain), maupun ajang (pasar, taman,
kampung, kota).
Hal
serupa juga dilakukan dalam mengamati dan menilai sinetron. Pengamatan sinetron
dilakukan oleh FFB mulai tahun 1997, dan hasilnya diumumkan tahun 1998. Tema
yang menggambarkan situasi dan kondisi manusia Indonesia dengan sifat dan ciri
kepribadian serta lingkungan budayanya, yang memberikan inspirasi dan harapan
ke arah hidup yang lebih baik, di samping sebagai hiburan sehat, menjadi
perhatian penting bagi Regu Pengamat Sinetron FFB. Namun tetap tak
mengesampingkan penilaian dramaturgi, penggarapan, dan logika cerita. FFB
sepakat bahwa kriteria penilaian diupayakan untuk bisa meluruskan selera
penonton, agar bisa menerima sinetron-sinetron yang dekat dengan kehidupan
sehari-hari.
Berdasarkan
landasan pemikiran di atas, FFB mengamati Film (versi Bioskop) dan Sinetron (Film
versi Televisi) sebagai berikut:
3.1 Film Umum
·
Film-film
yang dinilai adalah yang diputar di bioskop-bioskop di Kota Bandung, yang juga
berarti sama dengan film yang beredar di Indonesia.
·
Film
dapat dikategorikan berdasarkan jenis: film perang, film drama, film canda, film
laga, film lacak, dan lain-lain.
·
Film
dikategorikan berdasarkan asal-usul: Film Indonesia (Nasional) dan Film Impor.
·
Digunakan
istilah ‘Terpuji’ untuk penghargaan.
·
Dari
tiap jenis dan kategori film atau narafilm bisa terpilih lebih dari satu yang ‘Terpuji’.
3.2 Film Indonesia
·
Dinilai
Film (sebagai satu keutuhan) dan Narafilm (unsur demi unsur): Sutradara, Pemeran Utama, Pemeran Pembantu,
Cerita/Skenario, Kamera, Editing,
Artistik, Musik, dll.
·
Jumlah
Film dan Narafilm yang ‘Terpuji’ bisa lebih dari satu.
·
Bila
perlu diberikan ‘Penghargaan Khusus’
untuk Film maupun untuk Narafilm.
3.3 Film Asing
(Impor)
·
Tiap
film dinilai secara umum, bukan unsur demi unsur.
·
Dari
tiap negara bisa terpilih lebih dari satu film yang ‘Terpuji’.
3.4 Sinetron
·
Hanya
sinetron produksi Indonesia yang ditayangkan di salah satu stasiun televisi
yang dinilai, yang terdiri dari sinetron serial dan sinetron lepas (film
televisi).
·
Mulai
tahun pengamatan 2013-2014 Sinetron Serial dinilai tiga unsur, yakni: Pemeran
Pria, Pemeran Wanita, dan Sinetron Serialnya.
·
Sedangkan
Film Televisi dinilai lima unsur, yakni: Pemeran Pria, Pemeran Wanita,
Sutradara, Penulis Skenario, dan Film Televisinya.
·
Jumlah
Sinetron Serial, Film Televisi, maupun Narafilm (unsur-unsurnya) yang ’Terpuji’
bisa lebih dari satu.
·
Bila
perlu diberikan ‘Penghargaan Khusus’
untuk Sinetron maupun untuk Narafilm.
4. Nominasi Festival Film Bandung 2014
Salah satu kegiatan Festival
Film Bandung adalah mengumumkan Nominasi Film dan Narafilm Terpuji untuk Film
(versi Bioskop) dan Sinetron hasil pengamatan Regu Pengamat FFB selama satu
tahun. Biasanya pengamatan (penilaian) terhadap sinetron tidak dibedakan antara
sinetron serial dengan sinetron lepas (film
televisi-FTV), namun tahun ini penilaian terhadap keduanya diadakan
secara terpisah. Hal ini dilaksanakan sebagai salah satu upaya mendukung
berkembangnya film televisi yang ditayangkan di berbagai stasiun televisi di
tanah air.
Perlu diketahui
bahwa periode pengamatan 2013-2014 berlangsung dari 1 Mei 2013-31 Juli 2014,
dengan demikian periode pengamatan 2013-2014 bertambah tiga bulan karena
terjadinya penundaan pelaksanaan Puncak Acara Festival Film Bandung 2014
berkaitan dengan pesta demokrasi di tanah air, yakni Pemilu Legislatif serta
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Film yang diamati
adalah yang diputar di bioskop-bioskop di Kota Bandung, hal ini berarti sama
dengan film yang beredar di Indonesia pada tahun pengamatan yang sama. Jumlah film
yang beredar di Kota Bandung pada periode pengamatan 2013-2014 adalah 123 judul
film nasional dan 160 judul film impor. Dibandingkan periode pengamatan
2012-2013, film nasional yang diamati 94 judul menjadi 123 judul atau bertambah
29 judul, dan film impor dari 140 judul menjadi 160 judul atau bertambah 20
judul. Sementara itu, pada periode pengamatan yang sama, Regu Pengamat Sinetron
FFB mengamati 108 episode/judul sinetron dan 360 judul film televisi yang
ditayangkan di berbagai stasiun televisi, atau seluruhnya berjumlah 468 judul.
Dibandingkan dengan periode pengamatan 2012-2013, jumlah sinetron serial dan
sinetron lepas yang diamati berjumlah 335 judul menjadi 468 episode/judul, atau
bertambah 153 episode/judul.
Dari pengamatan
tersebut dihasilkan 11 (sebelas) nomine untuk Film Nasional versi Bioskop, 3
(tiga) nomine untuk Sinetron Serial, dan 5 (lima) nomine untuk Film Televisi. Sedangkan
untuk film impor tidak dinominasikan, tetapi pemenangnya akan langsung
diumumkan di puncak acara.
5. Catatan Pengamatan (Penjurian) Festival Film Bandung
2014
5.1 Catatan Film Nasional 2013-2014
Pada periode
pengamatan (penjurian) sepanjang Mei 2013 hingga Juli 2014, terdapat 123 film
nasional yang diamati. Jumlah ini bertambah 29 judul dibandingkan pengamatan
tahun lalu. Dari jumlah tersebut, terlihat adanya penambahan kuantitas film
nasional secara signifikan. Selain waktu pengamatan yang lebih panjang tiga
bulan daripada pengamatan tahun lalu, jumlah produksi film nasional juga
mengalami peningkatan.
Salah satu hal yang
menggembirakan dari jumlah produksi yang meningkat adalah tema yang semakin
beragam. Penonton film nasional tak lagi melulu disuguhkan film bertema
monoton. Beberapa tema yang meluas pada tahun pengamatan ini meliputi tema
sejarah, keluarga, biografi, drama musikal, edukasi, realita pedalaman,
olahraga, pengalaman di luar negeri, dan masih banyak lagi.
Memang, masih ada
beberapa tema yang belum tersentuh. Namun, setidaknya, film-film nasional kini
sudah berangsur-angsur bergerak ke alur yang lebih realistik. Gaya dan alur
ceritanya lebih natural, dan lebih bisa dinikmati tanpa perlu bertele-tele.
Gaya penuturan yang seakan membodohi penonton dengan kisah absurd pun agaknya
sudah mulai ditinggalkan para sineas, dan tidak menjadi andalan.
Beberapa genre
seperti horor, komedi, dan drama cinta masih tetap banyak diminati untuk
diproduksi, namun dengan diversifikasi tema yang lebih beragam. Beberapa film
drama yang diproduksi juga banyak yang bercerita tentang cinta, namun dengan
"bahasa" dan gaya yang lebih kaya. Adaptasi yang berasal dari novel
pun masih banyak dilakukan dengan cara yang lebih kreatif. Hasilnya pun cukup
membuat penonton tersenyum.
Munculnya film-film
yang bertutur soal kritik sosial, meski beberapa di antaranya hanya sebatas
satire, juga tak luput dari pengamatan. Di media sosial, film semacam itu juga
banyak diperbincangkan jika kritiknya terasa "pas" dan mengena. Di
sini, fungsi film tak hanya sebagai bentuk pengekspresian dan pengembangan
seni, budaya, dan hiburan, melainkan juga mengajak penonton untuk
berkontemplasi.
Kisah biografi atau
tema yang mengisahkan soal perjalanan hidup seseorang atau sekelompok orang,
bermunculan sepanjang pengamatan tahun ini. Jika beberapa tahun lalu kisah
semacam ini kurang mengena di pasaran, tak demikian halnya dengan saat ini.
Dengan penggarapan yang lebih serius namun natural, kisah semacam ini
disuguhkan dan menjadi tontonan yang cukup menghibur. Beberapa di antaranya
juga cukup berkualitas.
Tahun ini, ada lebih banyak film yang
mendapatkan apresiasi lebih dari penonton atau pihak yang mengamati perfilman
nasional. Hal itu disebabkan misalnya karena konflik atau gaya penuturan film
yang terbilang baru, hingga konflik yang terjadi di balik pembuatan film.
Catatan kami juga menyebutkan, ada beberapa film yang banyak dibahas terkait
dengan pro dan kontranya di kalangan masyarakat. Poin terakhir itu memang bukan
hal baru dalam masyarakat kita. Namun tetap saja, dinamikanya terasa menarik
diikuti.
Bila dibandingkan
dengan pengamatan tahun lalu, jumlah film horor mengalami sedikit peningkatan.
Tahun ini, jumlahnya mencapai 19 judul, atau bertambah dua judul dibandingkan
tahun lalu. Namun, jumlah tersebut masih lebih sedikit dibandingkan pengamatan
dua tahun sebelumnya yang mencapai 24 judul. Apakah tren angka ini
berkorelasi secara positif dengan animo penonton, masih perlu dikaji lebih
lanjut, karena secara garapan, film horor biasanya lebih mempertimbangkan aspek
komersial (tuntutan pasar) daripada tuntutan kekaryaan.
Yang pasti, sineas
terlihat lebih menyadari bahwa membuat film harus lebih mempertimbangkan
aspek-aspek lain di luar tuntutan komersial, terutama dalam hal
"mendidik" dan "memperkaya" wawasan masyarakat dengan
kekuatan film itu sendiri. Kekuatan itu selain mempertimbangkan aspek
keindahan bahasa gambar (artistik, setting, kamera, dan lain-lain), juga
secara tematis "berbicara" banyak kepada penonton.
Pada akhirnya, banyak film nasional
berkualitas yang telah dihasilkan. Hal tersebut membuat para pengamat (juri)
sering harus berdebat dalam setiap pertemuan untuk memilih yang
"terpuji" di antara film-film yang layak dipuji. Perdebatan kami akhirnya
mengerucut pada beberapa film, dengan berbagai pertimbangan, dan tentunya
dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Semoga dengan pengamatan FFB
ini, minat masyarakat untuk mengapresiasi karya film dapat tumbuh semakin
baik.
5.2 Catatan Sinetron
2013-2014
Melihat perkembangan
sinetron tahun pengamatan 2013/2014, ada beberapa hasil diskusi yang perlu
dicatat. Pertama tentu saja adalah perkembangan FTV (film televisi) yang
semakin mapan. Mapan dalam arti “sinetronmaker” sepertinya mendapat tempat khusus
dalam FTV.
Sudah beberapa tahun
pengamatan sinetron (khususnya serial) kami berpendapat bahwa semakin panjang
episode sinetron semakin terbuka untuk tidak fokus. Maksudnya, tidak saja
cerita bisa melantur ke mana-mana, tapi juga pemeran bisa berubah. Pemeran
utama bisa berkurang perannya, pemeran pendukung bisa menjadi fokus cerita
alias menjadi pemeran utama.
Kelemahan seperti
itu relatif bisa dihindari dalam FTV. FTV mempunyai peluang untuk memberi
“sentuhan” yang lebih sebagai tontonan televisi. Dalam beberapa kasus, tidak
sedikit FTV sebenarnya lebih layak tonton dibanding film bioskop.
Karena itu
pembicaraan untuk memberi pengamatan yang lebih mendalam terhadap FTV semakin
sering terungkap. Akhirnya kami memutuskan untuk menambah beberapa unsur yang
dipujikan. Awalnya kami hanya memilih FTV terpuji. Tahun ini unsur Pemeran
Utama, Skenario, dan Sutradara diamati dan diberi nilai terpuji untuk yang
layak.
Keputusan seperti
itu tentu saja tidak gampang dilakukan. Karena penambahan unsur di FTV itu membawa
peluang kepada dikuranginya pengamatan unsur dalam sinetron serial. Tapi dengan
pertimbangan di atas tadi, tahun ini kami memutuskan untuk memberi peluang
kepada FTV untuk lebih berkembang. Dengan begitu, semoga saja perkembangan FTV
lebih terbuka lagi. Para pembuat FTV lebih terpacu dan lebih percaya diri bahwa
FTV mempunyai peluang yang tidak kalah sebenarnya dengan film bioskop.
Tentu saja tidak
bisa juga kita membandingkan FTV dengan film bioskop. Karena tujuan pencapaian
dan misalnya pendanaan juga berbeda budget-nya.
Hanya saja sejak jauh hari kita percaya bahwa kreativitas tidak berhubungan
dengan budget. Ketika film-film
Hollywood bermegah-megah dengan film berbiaya besar, Iran mencuri perhatian
dengan film sederhana yang budget-nya
minim.
FTV Manusia Gerobak,
3 Butir Korma, Kontrak Cinta, misalnya. FTV itu mencuri perhatian karena
temanya yang sederhana, tapi dalam penyampaiannya memberi spirit kemanusiaan
yang terasa sentuhannya. Tema juga adalah masalah keseharian yang biasa kita
temui, malah sangat dekat dengan dunia kita.
Ada orang bijak yang
bilang, kita ini (Indonesia) adalah wadah ide atau gagasan yang tidak akan ada
habisnya. Setiap hari berbagai masalah muncul menjadi perhatian publik. Masalah
hukum, sosial, kriminalitas, ekonomi, berseliweran di televisi dan media cetak.
FTV mencuri perhatian dalam pengamatan karena dalam beberapa tahun ini lebih
banyak mengadopsi masalah masyarakat.
Dalam penggarapan,
masalah sosial itu menjadi cerita yang menarik. FTV Kontrak Cinta misalnya,
fenomena kawin kontrak dikembangkan menjadi cerita yang banyak intriknya.
Cerita, karakter tokoh, artistik, lebih leluasa menjadikan FTV lebih menyentuh.
Begitulah catatan
sinetron tahun ini. Semoga yang kami pilih, diskusikan, dan putuskan,
memberikan spirit kepada pembuat sinetron dan FTV semakin terpacu untuk memberi
yang terbaik.
5.3 Catatan Film Impor 2013-2014
6. Rangkaian Acara Festival Film Bandung 2014
Beberapa kegiatan Festival Film
Bandung ke-27 Tahun 2014 sampai dengan puncak acara yakni Malam Anugerah
Festival Film Bandung 2014 pada hari Sabtu, 13 September 2014, di antaranya:
6.1 Seminar
“Wiranatakusumah V Perintis Film Cerita Pertama Indonesia”
Seminar “Wiranatakusumah V
Perintis Film Cerita Pertama Indonesia” dilaksanakan pada
hari Rabu, 11 Desember 2013, bertempat di Aula Pascasarjana Universitas
Pasundan, Jln. Sumatera No. 41 Bandung. Diisi oleh narasumber R.H. Otong
Toyibin Wiranatakusumah (putra R.A.A. Wiranatakusumah V), Armantono (Dekan
Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta), dan H. Eddy D. Iskandar
(Novelis dan wartawan). Moderator H. Abdullah Mustappa (wartawan senior,
budayawan), dan Tim Perumus Dr. Edison Nainggolan (FFB), Hj. Aam Amilia
(wartawan senior, novelis), dan Unay Sunardi (Paguyuban Pasundan).
Hadir dalam seminar tersebut Bpk Deddy
Mizwar Wakil Gubernur Jawa Barat, tokoh Jawa Barat, seniman, budayawan, mahasiswa, pelajar, dan wartawan.
6.2 Diskusi Film
Nasional “Manusia Setengah Salmon”
Diskusi Film Nasional
“Manusia Setengah Salmon” dilaksanakan bekerja sama dengan Panitia Pesta Buku
Bandung, pada hari Senin, 3 Maret 2014, bertempat di Landmark Building Jl. Braga Bandung. Menghadirkan narasumber Eriska
Reinisa (Artis), Mosidik (Artis), Ir. H. Chand Parwez Servia (Produser), dan H.
Eddy D. Iskandar (FFB), moderator Dhipa Galuh Purba, S.Sos., M.Ag.
Peserta diskusi ini terdiri dari Pelajar SMK, SMA, Mahasiswa, Seniman, dan
wartawan.
6.3 Pemutaran Film
Nasional Klasik
Pemutaran film nasional
klasik dilaksanakan
pada Minggu ketiga setiap hari Rabu, bertempat di Aula FFB Jln. Jend. Sudirman
560 Bandung. Peserta terdiri dari komunitas film di Bandung dan Cimahi, Pelajar
SMP dan SMA, Mahasiswa, Wartawan, Seniman. Pemutaran film klasik ini telah
dilaksanakan beberapa kali dengan memutar film-film karya Usmar Ismail, di
antaranya “Darah dan Do’a”, “Lewat Jam Malam”, dll.
Sehabis pemutran film dilakukan
diskusi dengan para narasumber yang bertugas secara bergantian, di antaranya H.
Eddy D. Iskandar (Novelis, Wartawan, Penulis Skenario Film), Aam Amilia
(Sastrawati, Novelis, Wartawati Senior), Prof.Dr. Sutardjo A. Wiramihardja
(Psikolog, Budayawan, Penggiat Teater), Prof. Jakob Sumardjo (Budayawan,
Kolumnis, Sastrawan), dan para anggota Regu Pengamat FFB lainnya. Moderator
sekaligus koordinator pelaksana adalah Agus Safari (FFB).
6.4 Pengumunan Nominasi Festival Film Bandung ke-27
Tahun 2014
Pengumunan Nominasi Festival Film Bandung
ke-27 Tahun 2014 dilaksanakan di Padepokan Seni Mayang Sunda Jl. Peta No. 209
Bandung pada tanggal 12 Agustus 2014, pukul 13.00 WIB s.d. 16.00 WIB.
Para pembaca nominasi FFB 2014 terdiri
dari para artis, di antaranya Gilbert Marciano, Karina Nadila, The
Changchuters, Rika Rafika, Rya Fitria KDI, Saraswati, Komunitas Film Bandung,
bersama para anggota FFB, dengan MC Daan Aria dan Meyda Sefira. Selain
pengumuman nominasi, acara ini juga diselingi dengan hiburan.
Hadir
dalam acara tersebut Wakil Gubernur Jawa Barat H. Deddy Mizwar, Ketua dan
Anggota KPID Jawa Barat Neneng Athiatul Faiziyah, S.Ag., M.Ikom. dan Abdul
Holik, M.A., Ketua Dewan Pembina FFB Ir.
H. Chand Parwez Servia, pejabat dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa
Barat, pimpinan Padepokan Seni Mayang Sunda Ibu Sri
Susiagawati, seniman,
budayawan, mahasiswa, pelajar, wartawan,
serta para anggota Forum Film Bandung.
6.5 Malam Anugerah Festival Film Bandung ke-27 Tahun
2014
Malam Anugerah Festival Film Bandung
ke-27 Tahun 2014 akan dilaksanakan
pada hari Sabtu, 13 September 2014 bertempat di Monumen Perjuangan Rakyat Jawa
Barat Jl. Dipatiukur Nomor 48 Bandung.
Acara puncak ini akan diisi dengan acara
off air berupa sambutan-sambutan,
penyerahan penghargaan, hiburan, dan lain-lain. Selanjutnya, pada pukul 21.00
WIB akan dilaksanakan Pengumuman Film dan Narafilm Terpuji, baik untuk kategori
Film, Sinetron Serial, maupun Film Televisi (sinetron Lepas), dengan diselingi
oleh berbagai hiburan. Acara ini akan disiarkan secara langsung oleh SCTV
secara nasional ke seluruh Indonesia.
Malam nugerah ini akan dihadiri oleh
Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat, bersama Unsur Pimpinan Daerah Jawa
Barat, Walikota Bandung, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, para artis, sineas, produser film,
tokoh perfilman, mahasiswa, pelajar, seniman, budayawan, wartawan media cetak
maupun elektronik, dan para undangan lainnya.***