Untuk informasi dan aktivitas FFB terkini, tonton video terbaru di Channel Youtube kami. Subscribe Here!
Posts

Rano Karno, Pembuktian Anak Senen yang Sukses Menjadi Aktor

Wawancara dengan Rano Karno, peraih Lifetime Achievement Festival Film Bandung 2021
Dikenal sebagai Galih dan film Gita Cinta dari SMA, karir Rano Karno dalam dunia akting sudah dimulai sejak belia. Tokoh Si Doel yang menegaskan popularitasnya lewat sinetron yang pernah tayang di layar televisi pada tahun 1994—2006 diikuti juga kesuksesaannya ketika diangkat ke layar lebar. Tidak tanggung-tanggung, versi layar lebarnya dibuat sampai 3 kali, yaitu Si Doel The Movie (2018) Si Doel The Movie 2 (2019) dan AKhir Kisah Cinta Si Doel (2020). Si Doel versi ciliknya jauh hari sudah diproduksi pada tahun 1973. Rano Karno adalah Doel dan sebaliknya, Doel adalah Rano Karno.

Debut karirnya dimulai lewat film Tengah Malam (1971). Lalu diikuti oleh deretan film lainnya seperti Romi dan Yuli (1974) Gita Cinta dari SMA (1979), Puspa Indah Taman Hati (1979), Arini Masih Ada Kereta yang Akan Lewat (1987). Rano Karno adalah aktor yang eksistensinya konsisten di sepanjang usianya. Mulai usia cilik, remaja sampai dewasa.

Atas dasar itulah, Festival Bandung ke 33 pada tahun ini menjatuhkan pilihan kepada Rano Karno sebagai penerima penghargaan Lifetime Achievement. Berikut, petikan dialog wawacara yang dihubungi lewat Telepon.

Pembuktian Kepada Ayah

Ketika ditanya apa atau siapa yang membuat Rano karno memutuskan untuk berkarir sebagai aktor, putra dari seniman Sukarno M Noor ini bercerita, justru ayahnya pada saat itu tidak menghendaki dirinya berkarir di dunia film.

“Semua ini bermulai dari kegelisahan ayah saya yang datang dari latar belakangnya sebagai ‘Seniman Senen’. Tapi justru ini yang bikin saya pengen buktiin kalau saya bisa berhasil dan sukses dalam dunia film”.

“Dulu waktu syuting, saya berbeda sama aktor cilik lain. Yang lain itu datang ke lokasi syuting ditemani ibu atau orangtuanya. Kalau saya ditemani sama orang lain,” terangnya sambil mengenang masa-masa awal karirnya.

Rano melanjutkan bagaimana ia bisa sukses menjiwai peran-peran yang dimainkan dalam filmnya. “Tokoh yang saya mainkan tidak jauh dari kehidupan sehari-hari, selalu jadi anak yang menderita. Secara keseluruhan hal ini membuat saya mudah menjiwai peran dalam film.”

Selain mendulang tawaran main film di usianya yang masih remaja, Rano juga menyabet penghargaan sebagai Pemain Cilik Terbaik pada FFI 1974 dan Best Child Actor FFA tahun 1974 di Taiwan.

Terlepas dari keenganan almarhum ayahnya yang tidak menghendaki karirnya, Rano Karno menuturkan banyak para aktor senior yang berpengaruh dan jadi panutan. “Selain Benyamin S, ada beberapa nama lain seperti Rachmat Hidayat, W.D. Mochtar, Dicky Zulkarnaen dan Ade Irawan.”

Rano pun lalu menceritakan tentang perjalanan para seniman yang sering nongkrong di kawasan Pasar Senen yang sudah ada sejak pemernitahan kolonial. Pada masanya, Chairil Anwar adalah salah satu seniman yang sering wira wiri di kawasan ini. “Seniman Senen itu kalau main panggungnya bisa diitung pake jari. Makanya bapak saya ga pengen saya maen film.”

Sukses bersama Tengah Malam, Rano Karno kembali mendapat tawaran untuk membintangi Si Doel Anak Sekolah yang diangkat dari novel karya Aman Datuk Madjoindo yang diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1932.

“Sebelum ditawarin main filmnya, saya udah baca bukunya, lho. Umur 8 tahun saya udah tamat membacanya. Isi ceritanya udah ngelotok di kepala saya. Makanya, saya merasa kayak ketiban durian runtuh pas ditawarin main filmnya.”

Dalam novel ini tokoh Si Doel digambarkan hanya merupakan sesosok remaja lulusan SD. “Dalam hati saya protes. Kenapa Si Doel cuma lulusan SD saja? Harusnya bisa bersekolah lebih tinggi lagi.”

Kerja Dobel, Sutradara dan Aktor

Berangkat dari kegelisahannya ini pula Rano Karno sudah mempunyai gagasan bagaimana sosok Si Doel seperti yang diinginkannya. Selama bertahun-tahun, akhirnya idenya itu bisa direalisasikan lewat sinetron Si Doel Anak Sekolahan.

Keberadaan sinetron Si Doel Anak Sekolahan (SDAS) yang tayang di RCTI pada saat itu cukup fenomenal. Rano bercerita perjuangannya untuk menawarkan sinetronnya dari stasiun ke stasiun.

“Tahu sendiri kan, waktu itu acara tv lagi rame-ramenya sama serial barat yang mendominasi macam Friends,” ujarnya. Kegigihannya berbuah manis ketika akhirnya sinetron garapannya itu ditayangkan di stasiun RCTI. Sulitnya SDAS untuk diterima oleh stasiun TV tidak terlepas dari keberadaan para pemain sinetronnya yang dianggap tidak menjual oleh stasiun-stasiun TV yang ditawarinya.

Ketika ditanya apa yang membuat sukses menggarap serial ini dengan peran ganda baik sebagai pemain maupun sutradara, Rano tertawa. “Tau, ga? Waktu itu saya ga punya duit buat menggaji sutradara. Ya udah, saya kerjain dobel aja. Mana saya juga khawatir kalau penggarapan sutradaranya belum tentu sesuai dengan yang diinginkan,” papar suami dari Dewi Indriati yang dinikahinya pada tahun 1988.

Sama Orang Biasa Saja

Kedekatan dengan banyak artis yang jadi lawan main seperti Jenny Rachman atau Yessy Gusman tidak membuat rumah tangganya goyah atau dilanda badai cemburu atau kasak kusuk affair. Bagi Rano hubungan dengan aktor lawan main hanya sebatas pekerjaan. Selain itu pengalaman masa kecilnya yang sering melihat ayahnya sibuk syuting dan jarang pulang membuat Rano Karno tidak mau istrinya mengalami hal yang sama seperti ibunya. “Saya maunya nikah sama orang biasa saja,” papar ayah dari Raka Widyarma dan Deanti Rakasiwi.

Meski ikut sibuk dalam dunia film, saat ini Raka memilih sibuk di belakang layar sebagai editor di Karnos Film yang terletak di kawasan Lebak Bulus. “Saya ga maksain Raka buat jadi aktor. Biar aja maunya dia begitu,” ketika disinggung mengapa Raka tidak tertarik menekuni seni peran seperti ayahnya.

Terjun Ke Dunia Politik

Terjun ke dunia politik baginya adalah hal yang aneh tapi juga menarik. Pertama kali berkarir dalam bidang ini ketika menjadi Wakil Bupati Tangerang pada tahun 2008-2013, lalu berturut-turut mendampingi Ratu Atut Chosiyah sebagai Wakil Gubernur Banten periode 2012-2017, menjadi Gunernur Banten untuk masa jabatan 2015-2017 dan sebagai anggota DPR dari tahun 2019 sampai sekarang.
Menurutnya dunia politik sekarang jauh lebih baik karena setiap orang bukan saja punya hak memilih tetapi juga dipilih. Birokrasi dalam dunia politik sudah jauh lebih profesional dan transparan. Rano bisa membagi waktunya antara sebagai poltisi dengan seniman. Kegiatannya sebagai seniman hanya dilakukan pada akhir pekan dari hari jumat sampai hari Minggu sehingga tidak menganggu tugasnya sebagai wakil rakyat.

Obrolan ditutup ketika Rano menuturkan pandangannya tentang Festival Film Bandung (FFB). “FFB ini agak berbeda. Walau ada FFI tapi FFB ini festival lokal yang cuma ada satu di Indonesia. Pemilihan anugerahnya juga bukan memberikan predikat terbaik tapi terpuji. Sebuah spesifiksi yang menarik.”

“Saya heran dan juga senang, FFB bisa mendahului festival lainnya yang memberikan anugerah ini kepada saya. Semoga di sisa umur saya tetap bisa berkarya sampai menutup usia,” ucapnya menyambut penghargaan sebagai penerima Lifetime Achievement Award 2021.

***

Penulis:
Efi Fitriyyah  













Post a Comment

Terima kasih sudah mengunjungi website resmi Festival Film Bandung. Sila tinggalkan jejak di kolom komentar. Hindari spamming dan kata-kata kasar demi kenyamanan bersama.
© Forum Film Bandung. All rights reserved.