Untuk informasi dan aktivitas FFB terkini, tonton video terbaru di Channel Youtube kami. Subscribe Here!

Mengangkat Karya Audio Visual

mengangkat karya audio visual

Audiovisual mempunyai kekuatan yang luar biasa dalam menyampaikan pesan. Permasalahannya, apakah pesan yang disampaikan akan menjadi ‘awareness’, atau ‘engagement’ agar pesan diterima oleh penontonnya.

Untuk itu sejak awal harus diputuskan pesan apa yang hendak disampaikan, yang biasa disebut premis. Selanjutnya harus dimengerti siapa target premis tersebut, agar bisa membuat sebuah rangkaian peristiwa yang disebut ACT atau babak, menjadi sebuah cerita yang dekat dengan target kita.

Untuk itu, pendekatan yang dilakukan dalam membuat karya audiovisual, antara lain :
  1. Mengangkat isu besar, dengan demikian ‘awareness’ sudah ada tinggal meningkatkannya menjadi ‘engagement’. Salah satunya adalah dengan mengangkat karya novel/buku ke audiovisual.
  2. Mengangkat cerita asli yang menarik untuk dijadikan isu besar. Di titik ini butuh kreatifitas dan upaya yang lebih besar.

Story telling yang baik adalah yang efektif membangun rasa penasaran (curiousity) sehingga penonton mengikuti tanpa jeda atau rasa bosan. Audiovisual berhasil apabila durasi tontonan seakan lebih pendek dari durasi sebenarnya, dan penonton bisa mengidentifikasikan dirinya dengan tontonan tersebut. Cara paling efektif untuk mencapai ini adalah dengan mengembangkan premis menjadi sinopsis atau ringkasan ceritera. 

Biasanya ceritera yang menarik tidak membutuhkan penulisan sinopsis yang panjang. Dari sinopsis dilanjutkan ke treatment, atau urutan-urutan kejadian yang akan muncul di skenario. Treatment ini perlu untuk efektifitas saat penulisan skenario. Di sini kita bisa membagi menjadi babak-babak ceritera atau ACT. Umumnya ACT 1 sebagai Pembukaan, ACT 2 Persoalan, ACT 3 Konflik, ACT 4 Penyelesaian Konflik, ACT 5 Solusi. Jumlah ACT bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Tetapi struktur bangunan dari penceritaan ini bisa saja dirubah tergantung pendekatan story telling yang mau dilakukan. 

Bisa saja solusi yang menggantung di awal dan kemudian ceritera bergulir sesuai urut-urutan, atau malah bolak-balik antar waktu. Setiap ACT biasanya terdiri dari beberapa sequence yang menunjukkan sikap-sikap karakter atas peristiwa yang dialaminya. Jumlah sequence tergantung dari seberapa cepat proses penceritaan bergerak, sesuai struktur bangunan cerita.

Satu hal yang penting dalam karya audiovisual yang berbentuk drama, dibutuhkan promosi agar ditonton, di antaranya melalui promosi on air, off air, dan sosial media.

Industri audiovisual menjadi industri yang mudah dan murah. Siapapun gampang untuk membuat karya audiovisual, tapi persoalannya bukan apa yang kita buat, tetapi apa dampak content yang kita buat bagi penontonnya. Di sini kembali ke tujuan awal kita dalam membuat karya audiovisual. Apakah tujuannya hanya artistik yang side stream, atau komersial yang main stream.


Producing 1

Capain output sebuah skenario karya audiovisual, ditentukan oleh eksekusi saat produksi. Prinsipnya sedikit berbeda dengan pembuatan barang pabrikasi yang menyatukan berbagai input jadi output. Karya audiovisual adalah produk kreatif, artinya sebuah skenario yang dikerjakan oleh 3 tim kreatif berbeda bisa menghasilkan capaian yang berbeda, walaupun ceritanya sama.

Producing adalah seluruh rangkaian penciptaan karya audiovisual, terdiri dari :

1. Praproduksi, atau persiapan sebuah produksi :

Mulai dari ide sampai skenario.
  • Diskusi segitiga antara produser, penulis skenario dan sutradara yang dipilih. Menyatukan persepsi dan visi. Di sini bisa jadi awalan design produksi untuk mendeliver skenario berupa tulisan ke audiovisual.
  • Memilih Crew Produksi dan Pemain.
  • Mencari Lokasi, melakukan Recce, Reading, Fitting dan Test make-up, Penyediaan/pembuatan Art, dan lain-lain.
2. Proses Produksi.
3. Proses Paska Produksi.
  • Editing, Grading, Music, Titling, CGI/Animasi (apabila diperlukan), Sound designing, dan pembuatan DCP (Digital Cinema Package).
  • Promosi.
4. Distribusi.


Rangkaian seluruh proses produksi audiovisual ditangani oleh Produser. Ada 2 pengertian Produser yang seringkali rancu di Indonesia. Tapi mengambil contoh di negara maju, sebagai berikut :

- Producer yang bukan sebagai investor/pemilik dana, jadi benar-benar seorang profesional yang mengawal produksi dari persiapan hingga distribusi.

- Executive Producer yang menyediakan dana untuk sebuah produksi.


Mengambil contoh di atas, untuk sebuah produksi bisa dilakukan oleh Produser Profesional (Catatan: asosiasinya APROFI - Asosiasi Produser Film Indonesia), dan Perusahaan Film (Catatan: ada 2 organisasi; APFI - Asosiasi Perusahaan Film Indonesia, dan PPFI - Persatuan Produser Film Indonesia). Industri Film Nasional generasi baru di Indonesia masih berusia relatif muda, diawali film ‘Ada Apa Dengan Cinta’ (2002), maka istilah Produser masih sering campur aduk antara penyandang dana dengan sebuah profesi. Tetapi produksi film Indonesia yang berhasil biasanya dari Produser Profesional, atau Perusahaan Film yang produser-nya aktif, bukan hanya penyandang dana.

Producing 2

Rangkaian sebuah produksi audiovisual bisa dilihat dalam diagram di bawah ini :


Dengan diagram di atas, produksi audiovisual ada yang instan tetapi ada yang lebih complicated. Semua tergantung kualitas kreatif yang diinginkan. Sedikit berbeda dengan program live, semuanya langsung edit gambar beberapa kamera dalam sebuah alat untuk jadi tayangan.***


Penulis:

Chand Parwez Servia




Post a Comment

Terima kasih sudah mengunjungi website resmi Festival Film Bandung. Sila tinggalkan jejak di kolom komentar. Hindari spamming dan kata-kata kasar demi kenyamanan bersama.
© Forum Film Bandung. All rights reserved.