Dan, apa yang dilontarkan (diramalkan?) Beuys itu, pada saat ini hampir menjadi kenyataan. Betapa tidak? Alat perekam gambar dan suara begitu mudah didapat. Pengoperasiannya pun makin lama makin mudah – tinggal sentuh! Sehingga, nyaris setiap orang bisa melakukan perekaman gambar dan suara, dimanapun dan kapanpun. “Semua orang adalah pembuat film”, hampir jadi kenyataan – atau bahkan sudah jadi kenyataan?
Dan “pertanyaan dengan tanda tanya besar” itu hanya punya satu jawaban, yaitu: meningkatkan kemampuan.
Peningkatan kemampuan itu, pertama kali adalah kesadaran bahwa proses pembuatan film adalah proses yang panjang, dan mempunyai banyak tahapan. Bayangkan saja: dari munculnya ‘ide’, untuk sampai ke tahapan ‘pre-produksi’ saja, sudah harus melalui ‘pengembangan (development)’ yang jalannya panjang dan berliku (step outline – film treatment – scriptment – screenplay – film finance – budgeting – productionboard – productionscript – productionschedule–shootingschedule – dan lain-lain). Ketika masuk tahapan ‘produksi’ pun tantangannya tak kurang-kurang (mulai dari Cinematography – Photography – shootingscript – dailyproductionreport – productionreport – dailyprogressreport – soundreport – dan lain-lain). Dan, tak kalah mendebarkannya adalah ‘postproduction’ (editing – re-recording – syncsound – soundtrack – music – specialeffect – dan lain-lain).
Setelah film jadi, persoalan masih belum selesai. Film harus diedarkan dan dipublikasikan untuk mencapai jumlah penonton yang besar. Sungguh tak masuk akal hasil dari kerja keras yang sudah menghabiskan banyak dana dan daya itu hanya disimpan sia-sia.
Begitu panjang dan banyak tahapan untuk membuat sebuah film. Dan ini semua tidak bisa dilakukan seorang diri. Jadilah Beuys menambahkan: “A social organism as a work of art”. Pengorganisasian adalah kerja seni.
Dan peningkatan kemampuan berikutnya adalah meng-organisir semua elemen yang ada dalam proses pembuatan film. Untuk mendapatkan hasil yang baik (film yang baik), memunculkan konsekwensi: bahwa setiap elemen harus ditangani oleh orang-orang yang terbaik.
Maka peningkatan kemampuan lebih lanjut adalah penguasaan (detail) elemen – oleh individu-individu yang menjalankan atau berkuasa atas (detail) elemen itu.
Ketika kita menyadari bahwa untuk menghasilkan sebuah film dibutuhkan proses yang panjang, pengorganisasian dan penguasaan (detail) elemen, maka ‘mau tidak mau’ atau ‘suka tidak suka’ kita harus bicara ‘film sebagai sebuah industri’.
Kata ‘Industri’ berkaitan dengan 3 kata lainnya, yaitu: ‘kapital’, ‘rutin’ dan ‘standar’. Dan secara konotasi berlawanan dengan kata-kata : ‘rugi’, ‘sekali-kali’ dan ‘asal’.
‘Kapital’, ‘rutin’ dan ‘standar’ adalah pembentuk industri yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Ketiganya bergerak seimbang dan saling menguatkan. Jika salah satu lemah, maka industri akan lemah, bahkan rontok dan hancur.
‘Kapital’ hanya akan didapat kalau produksi ‘rutin’ dan mempunyai ‘standar’ yang baik. Sementara ‘standar’ yang baik tidak akan dapat dicapai jika tidak ada produksi yang ‘rutin’ (tidak terlatih). Dan tanpa ada produksi ‘rutin’, bagaimana mungkin didapati ‘kapital’ yang baik.
Dan elemen penunjang paling penting bagi Industri Film (‘kapital’, ‘rutin’ dan ‘standar’) adalah individu-individu yang serius menggeluti dunia perfilman, orang-orang film yang bertanya: ”Lalu siapa saya?”. Individu yang selalu meningkatkan diri dengan berbagai cara : pendidikan, pelatihan, seminar, dan lain-lain.****
Penulis:
Ari Nurtanio