Untuk informasi dan aktivitas FFB terkini, tonton video terbaru di Channel Youtube kami. Subscribe Here!

Masa Depan Perfilman Indonesia

Masa depan perfilman di Indonesia
Perfilman Indonesia adalah ekosistem yang ditopang oleh roda industri produksi dan distribusi dengan sekitar 50.000 tenaga kerja dan 2.500 bidang usaha, serta 51,7 juta penonton film Indonesia per-2019 untuk 129 film (rata-rata 400.000 penonton). Menempatkan Indonesia di 10 besar pasar film di industri film dunia.

Pemasukan eksibisi dari bioskop sebagai pasar utama lebih dari 85%, yang kemudian sisanya dari pasar digital, video on demand, televisi, dll. Apabila bioskop tidak kembali buka maka dikhawatirkan akan menciptakan efek domino ke seluruh subsektor perfilman Indonesia.


Sejak pencabutan film dari Daftar Investasi Negatif tahun 2016 oleh Presiden Joko Widodo, penonton di bioskop naik sekitar 20% mulai 2016 dengan 37,2 juta penonton untuk 116 film, dan perfilman Indonesia sedikitnya mengirimkan 40 film untuk ditayangkan dan berkompetensi di berbagai festival film internasional, seperti: Cannes, Venice, Berlinale, TIFF, Vancouver, Busan, dll. Prestasi tahun 2021 sangat membanggakan Indonesia dengan penghargaan yang diperoleh film Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas yang meraih penghargaan Golden Leopard di Locarno, dan film Yuni meraih platform Prize Winner di TIFF (Toronto International Film Festival).

Diharapkan film-film tersebut segera diputar bioskop dan memberikan pengalaman sinematik bagi pecinta film Indonesia, karena bioskop selain memberi hiburan telah menjadi ruang publik untuk melewatkan waktu berkualitas dengan orang-orang terkasih.

Maraknya media digital relatif belum bisa mensubstitusi bioskop, karena masih menempati posisi komplementer, walaupun tidak bisa dipungkiri memberikan sumbangan penerimaan tambahan untuk film Indonesia. Media digital dengan penayangan global juga memberi peluang untuk film Indonesia menunjukkan eksistensinya di pasar dunia.

Sebagaimana terjadi di pasar film dunia, ada beberapa film Indonesia yang langsung tayang di platform digital harus menghadapi masalah pembajakan yang sangat merugikan. Riset LPEM UI (2017) menyatakan kerugian ekonomi akibat pembajakan di 4 kota Rp. 1,495 Triliun per- tahun dengan estimasi kerugian ekonomi secara nasional Rp. 5 Triliun per-tahun. Kemudian Media Partners Asia menyampaikan sepanjang 2019 pembajakan merampas pendapatan sektor video online Indonesia USD 1 Miliar.

Potensi pekerjaan baru yang hilang akibat pembajakan diperkirakan 16.000 pekerja, dan keuntungan iklan yang didapat dari pembajakan film-film Indonesia sekitar 400 Miliar per tahun. Pelaporan via Kementerian Kominfo, lebih dari 3.000 situs streaming illegal dan domain diblokir sejak Agustus 2019 (AVIA Cap), belum termasuk di sosial media dan yang dijual di e-commerce. Kondisi faktual ini membutuhkan upaya serius dari pemerintah untuk mengatasi pembajakan, dan segera merubah pembajakan agar tidak jadi delik aduan agar tindakan hukum atas pembajak efektif.

Pandemi telah membuat bioskop tutup 2 kali, dan terhitung 16 September sudah mulai buka kembali. Harapan baru hadir ketika sekitar 44 juta sudah divaksin Covid-19 dosis lengkap, terhitung 21 September melalui aplikasi PeduliLindungi bioskop bisa ditonton oleh 78,5 juta warga Indonesia yang sudah divaksin 1 dosis. Bioskop berusaha buka merata di seluruh Indonesia masih dengan 50% kapasitas tempat duduk, dan terkendala jumlah show yang belum lengkap.

Padahal bioskop sebagai sarana eksibisi adalah tempat pertemuan karya film dengan penonton secara langsung. Memberikan ruang kreativitas demokratis tanpa batas, dan berpeluang untuk meraih sukses ketika Film berhasil menyentuh hati dan minat penontonnya. Kehadiran sosial media telah dengan cepat mengabarkan review sebuah film.

Bioskop sebagai tolok ukur stabilitas adalah tempat kita kumpul bareng dan diskusi. Banyak Film menginisiasi pergerakan karena pencerahannya. Bioskop adalah perayaaan atas kodrat kita sebagai insan yang butuh bersosialisasi. Berbeda dengan menonton digital secara individual di ruang pribadi masing-masing, walaupun sesekali nonton bareng di ruang keluarga.

Berbicara tentang masa depan perfilman Indonesia tentunya akan lebih fair ketika semua pasar film bisa beroperasi. Media digital bertumbuh karena pasarnya terbangun kehadiran bioskop yang menciptakan movie going habit. Optimis melalui kehadiran semua sarana menikmati film sebagai pilihan masyarakat, maka perfilman Indonesia akan kembali sehat, yaitu ketika bioskop, streaming, video on demand, televisi, dll, menayangkan karya film.

Tentu perlu ada window, atau periode waktu antara penayangan bioskop ke streaming dan dari streaming ke televisi agar berjalan eksploitasi ekonomi film. Sepanjang tidak dirampas oleh pembajakan yang merugikan kreator, juga merugikan pemerintah dari penerimaan pajak.

Pandemi ini harus disikapi bijak oleh semua pihak, karena kita harus tetap bergerak dan berkegiatan. Perlu antisipasi jangan sampai belum selesai adaptasi jadikan pandemi ini sebagai endemi, kita harus menghadapi krisis baru ekonomi dan kemiskinan. Mari kita kembali nonton di bioskop, dan tertib menjalankan protokol kesehatan.


Penulis:
Chand Parwez Servia - Ketua Dewan Pembina FFB

Post a Comment

Terima kasih sudah mengunjungi website resmi Festival Film Bandung. Sila tinggalkan jejak di kolom komentar. Hindari spamming dan kata-kata kasar demi kenyamanan bersama.
© Forum Film Bandung. All rights reserved.