Slamet Rahardjo Djarot
DENDANG PERAWAN
Lingsir wengi
dendang perawan malam hari,
wing semriwing,
semerbak wangi dupa setanggi,
mimpi diatas mimpi
melayang aku pengen jadi
bidadari,
oh harapan muara keinginan,
beken diatas beken,
gregetan aku berkhayal jadi
keren,
eh siapa tahu,
coba punya coba,
bisa lebih keren dari penganten,
Ning nang ning gung,
dendang seribu peri dilembah
gunung,
oh para peri dunia perewangan,
dengan kuasamu bawalah aku
terbang,
eh siapa nyana,
bisa salaman sama dewa,
dewa sakti bernama ketenaran,
Gregah....perawan nangtung,
geura gede, geura jangkung
perawan bangkit
dan kaki menjejak bumi
Duk duk duk,
bumi dijejak tiga kali,
mata terpejam dan mantram
dilafalkan,
toroktok oleolean,
mendadak kesunyian mendatang,
sepi tanpa suara...
Gelegaaaar...geledeg siang hari
bumi bergetar petir dan kilat
berbenturan,
gemerlap cahaya menyilaukan,
Oh engkaukah itu dewa ketenaran?
cahayamu menyilaukan,
kedatanganmu mendebarkan,
duh biyang pengharapan,
benarkah itu baju keemasan yang
harus kukenakan?
Sim salabim terusannya patpat
gulipat
siluman dan jutawan jadi sahabat,
impian disulap jadi kenyataan,
seorang dewi layar perak
diciptakan,
pemenuh selera dunia hiburan,
gambar dan namanya menyebar,
bertebaran disetiap majalah dan
koran,
Oh terimakasih juragan
pengharapan,
mimpi anak perawan telah jadi
kenyataan,
kini jadilah dia pesohor baru
perfilman,
tak perduli celoteh kawan apalagi
lawan,
orang orang sirik, menjuluki dia
ratu siluman,
memang benar,
dialah putri cantik si raja
setan,
primadona film indonesia ,
ratingnya tinggi bukan buatan,
Dan lagi apa salahnya,
semua ini kan cuma tontonan,
tontonan memang bukan tuntunan,
tak perduli seribu bocah
kesurupan
bukankah itu memang tugas
siluman?
Cingcangkeling panon ulah jadi
juling,
Sok atuh..film tuntunan teh
tugasna saha?
halimun sunda bertanya.
ayo jawab pertanyaan para hiyang
jika tak mampu jangan geregetan,
Iki salahe sopo?
sing baurekso takon bopo,
kok gampang jadi kagetan,
wah malah ada yang tegang
keheranan,
tak ada jawaban, sepi pemikiran,
si pembuat tuntunan lupa daratan,
hilang pekerti haus kekuasaan,
ringkih wibawa tanpa teladan,
Dangdangtut anak siluman rebutan
kentut,
bumi menghilang ditelan ular
kadut,
Jangan salahkan siluman,
jika berdiri sambil metentheng,
mana dadaku, ini susuku,
siluman mengulang lagi tantangan,
mana nyali dan kuasamu
tak ada kata sambutan,
membisu terjerat sepi,
si pembuat tuntunan membisu,
berdiri kaku di kejauhan,
makin lama makin mengabur,
menghilang,
menghablur...
Duh Gusti amukti jagad,
jangan biarkan kami hilang
derajat.