Arsip Majalah FFB
Dimuat Pada Majalah FFB - September 2014 (27 Th FFB)
Oleh Eriko Utama, S.Si
(Anggota Pengamat Forum Film Bandung)
Kata orang film bisa mengubah jalan hidup seseorang,
minimal film mampu memberikan inspirasi bagi penontonnya. Melalui film
imaginasi dan kreatifitas berjalan seimbang. Saya merasakan gairah yang berbeda
ketika selesai menonton film di bioskop. Lahir di kota kecil di sebuah pulau
yang terkenal dengan timah, saya menikmati film bioskop yang memutar banyak
film nasional, barat, india dan tiongkok di kota kelahiran saya Pangkalpinang.
Keluarga saya, terutama kedua orang tua saya memiliki waktu khusus untuk
menikmati film-film di bioskop dan itu menulari kebiasaan saya. Catatan si boy
1, merupakan film pertama yang saya tonton di bioskop bersama kakak sepupu saya
ketima saya masih kelas 2 smp, dan setiap lebaran maka salah satu hiburan
penting adalah mengunjungi bioskop, saur sepuh adalah salah satu film yang
ditunggu tunggu setiap lebaran tiba. Sayangnya, tidak semua film nasional dapat
saya nikmati di kota saya, hanya melalui majalah atau tabloid yang mengulas
film-film lah saya mendapatkan informasi tentang perfilman dan acara tvri yang
sangat saya tunggu adalah apresiasi film nasional yang memiliki lagu ' aku
cinta anda cinta buatan indonesiaaaa' sungguh mengesan kan bagi saya untuk bisa
menebak-nebak film apa yang mendapat piala citra, karena sungguh saya tidak
dapat menonton film-film itu langsung di bioskop.
Hal ini berubah ketika saya berkesempatan kuliah di ITB,
karena melalui Liga Film Mahasiswa-nya ITB memutar film-film bioskop yang
sedang beredar di Bandung di salah satu ruang kuliah yang memang didedikasikan
untuk pemutaran film. Disinilah saya menemukan jati diri saya melalui salah
satu film james bond yang ditayangkan di ruang LFM ini, the Golden Eye, yang
menginspirasi saya untuk memilih penginderaan jauh dan sistem informasi
geografis menjadi bagian dari passion dan hingga kini saya tekuni sebagai
bagian dari profesionalitas saya dalam dunia kerja. Film menginspirasi saya.
Di Bandung, segala kekurangan yang saya impikan di Bangka
terbayarkan di sini, dengan sumber informasi yang cepat dan akurat, uptodate
dan sarana yang memadai maka hobi nonton film membawa saya kedunia lain yaitu
menulis, seiring dengan hobi menganalisa dan menilai film yang ditonton, maka
sarana menulis tentang film bagi saya berkembang sejak menulis di mading
pengajian (yah,aneh sih tapi melalui mading ini saya bisa menyampaikan aspirasi
tentang film mana yang layak di tonton dan mana yang tidak bagi temen-temen
pengajian saya - padahal menonton belum tentu jadi prioritas jamaah ini ), lalu
wadah mading berganti menjadi majalah yang diterbitkan secara mandiri oleh
temen-temen organisasi kampus dan mahasiswa, yang akhirnya dijalam digital,
hobi menilai dan menganalisa film saya tuangkan di notes facebook, misalnya
menilai dan ikut meramaikan pilihan terhadap FFI, FFB, academy awards, golden
globe. Tulisan-tulisan saya masih bersifat amatir sekedar untuk menyalurkan
opini terhadap film dan memberi informasi pada teman-teman saya mana film yang
layak ditonton dan mana yang tidak.
Forum Film Bandung merupakan salah satu barometer bagi saya
dalam menilai film, sehingga ketika saya memiliki kesempatan menjadi salah satu
anggota regu pengamat maka ini adalah durian runtuh sepohon bagi saya bukan lagi
hanya sebuah, dengan latar belakang pendidikan dan aktivitas yang jauh dari
dunia film sebenarnya membuat saya khawatir apakah saya bisa menjadi anggota
pengamat di FFB dan minimal mengimbangi pengamat lain yang telah lebih dulu
eksis. Nyatanya, suasana yang ada di dalam FFB memmbuat saya tidak ragu untuk
eksis juga di sini, dan mencoba untuk lebih percaya diri dengan mengibaratkan
pengalaman menonton, menilai sejak remaja terhadap film-film nasional tentunya,
harapan untuk melihat film nasional berkibar di dunia membuat saya yakin akan
bisa memberikan kontribusi kepada FFB.
Menjelang setahun menjadi anggota FFB, kondisi
perfilman nasional semakin marak dan bergairah, disela sela kesibukan sebagai
konsultan SIG yang sering melakukan survey oceanografi, mitigasi bencana alam,
pemetaan wilayah pesisir dan perencanaan wilayah daerah, pengamat sosial
melalui program pnpm desa mandiri serta sering terlibat di studi dan
penggelaran kabel laut, membawa banyak pemahaman dan kebijaksanaan dalam
menilai sebuah karya terutama film. Sebagai penggemar film-film summer movies
hollywood, film bertemakan bencana yang mengandung teknologi tinggi dalam
pembuatannya, film dengan tema sosial budaya kemasyarakatan, film dengan muatan
sejarah serta film film yang memaksa kita untuk berpikir ketika menontonnya
membawa efek bagi saya ketika menilai film nasional. Semoga film-film nasional
memiliki standar yang sama dengan film-film seperti king of speech, twister,
gravity, her, avatar, the firm, pelican brief, dan banyak film-film,ain yang
menjadi favorit saya selain film Arini, Pacar Ketinggalan Kereta, Kejarlan Daku
Kau Kutangkap, Cut Nyak Dhien, Adriana, Sang Pencerah dan masih banyak lagi
film naional yang menjadi favorite saya. Melalui FFB semoga perfilman nasional
semakin jaya dan apresiasi film semakin baik terutama bagi wargi Bandung
khususnya dan Jawa Baratpada umumnya. Tidak hanya film nasional yang 'di amati'
di FFB, sinetron dan film televisi yang tayang di televisi di Bandung juga
menjadi tugas dalam pengamatan. Tantangan yang menarik dan kerap menjadi
perdebatan antara anggota pengamat FFB namun diskusi diantara anggota ini
selalu diwarnai dengan hereuy, jadi suasana santai namun mendalam adalah bagian
dari kebiasaan kami. Kepimpinan dalam FFB yang asyik, tegas namun demokratis,
kerap kali malah saya sebagai anggota baru lebih lantang memberi pendapat namun
tidak dihalangi, semua anggota punya kedudukan yang sama ketika memberikan
opini...senang sekali. Keep beautiful euy Bandung, dan jaya terus forum film
bandung. Terima kasih pada Ardityo yang telah membawa saya masuk kedalam forum
terhormat ini dan kepada semua pengurus dan anggota FFB saya mengucapkan terima
kasih dan i love you guys.