.
Struktur Cerita
Oleh : Jakob Sumardjo
Semua film cerita sebenarnya adalah pendapat, opini, tanggapan pengalaman sineasnya terhadap kehidupan ini. Kalau menonton film cerita kita sedang berhadapan dengan karya seni yang merupakan pandangan sineasnya terhadap sesuatu gejala kehidupan.Menonton film kita dapat menangkap kecerdasan pembikinnya, kejujuranya, kurang ajarnya, sinismenya,kecintaannya, terhadap suatu gejala hidup, yang digambarnya dalam film. Pendek kata dalam film adalah pendapat dan sikap sineas terhadap suatu gejala hidup.
Tetapi pendapat dan sikap rasa tadi bukan diungkapkan secara verbal, melainkan melalui gambar-gambar film. Gambar-gambar ini terindera bersama iringan musik, bunyi-bunyian dan bahasa verbal yang memberikan pengalaman inderawi dan emosional serta rasional pada penonton yang akan menanggapinya apakah gambaran pengalaman yang disajikan oleh film bermakna atau tidak bermakna.
Karena karya seni tanggapan seniman atas lingkungan hidupnya, maka ia harus diungkapkan dalam suatu bentuk. Semua karya seni selalu jelas bentuknya.Lagu “Umar Bakri” Iwan Fals, lukisan potret diri Affandi, film Kurosawa “kagemuse”, semua jelas batas-batasnya, tak lebih dan tak kurang dari yang diungkapnya. Bentuk seninya ya seperti yang Anda lihat, Anda dengar dan Anda tonton itu. Keseluruhan bentuk itulah dunia tanggapan senimannya.
Bentuk karya itu memiliki dua unsur kontradiksi, yakni sederhana dan kompleks. Dalam cerita film,bentuk sederhana itu plot atau alur ceritanya, sedang yang kompleks itu jalan ceritanya. Film yang bentuknya amat sederhana tentu akan membosankan, tetapi film yang bentuknya kompleks saja tentu akan membingungkan. Anda boleh menonton serial tv yang puluhan episode, tetapi kalau anda tidak mendapatkan gambaran yang membayangkan kesederhanaan plotnya,puluhan episode itu akan anda tinggalkan karena tidak jelas arah ceritanya. Serial tidak menarik lagi untuk diikuti.
Misalnya sebuah film Italia “The Ages of Love”. Ada dua orang professor tua yang bersahabat. Keduanya sudah tak beristri. Professor yang satu punya anak gadis. Gadis ini jatuh cinta pada sahabat ayahnya ini. Terjadi konflik permusuhan antara dua sahabat. Sutradarnya,Veronesi, mematikan professor yang punya anak gadis, sehingga pasangan tua-muda ini happy end.
Plotnya jelas dan sederhana. Dalam film Anda dapat membuat plot ini menjadi cerita yang panjang, tetapi tetap berpegang teguh pada kesederhanaan plot tadi, Anda bahkan dapat membangun cerita-cerita lain dalam plot tadi. Jalan cerita film menjadi kompleks dengan berbagai anak cerita atau sub tema.
Dalam plot sederhana itu Anda dapatmengekspresikan opini Anda tentang perkawinan lelaki tua dengan gadis muda. Sekarang bagaimana sikap Anda terhadap peristiwa semacam itu? Apa pendapat Anda?Kalau Anda penganut liberal, seperti sutradara film ini,biarkan saja kedua pasangan beda usia ini terus mencapai keinginan mereka, dengan mematikan ayah gadis yang pandangannya kolot. Tetapi kalo Anda sendiri seorang kolot, maka yang Anda bunuh justru professor tua yang tidak tahu diri itu (dimainkan Robert de Niro). Kalau Anda moderat maka dicari jalan tengah agar percintaan tetap berlangsung namun si Bapak dan masyarakat juga dapat menerimanya. Misalnya dengan menjelaskan bahwa asmara tidak pandang usia karena cinta semacam berkah Tuhan yang tidak tiap hari Anda dapat memperolehnya. Kalau Anda seorang radikal, perduli amat bapaknya dan masyarakat tidak setuju. Biarkan sajamereka hidup dengan cara mereka sendiri, kami akan hidup pula dengan cara kami sendiri, entah dibenci atau disetujui.
Struktur cerita film menjadi kuat kalo ada landasan dasar yang disebut plot atau alur cerita tadi. Kalo ini sudah ada, maka Anda bebas membuat jalan cerita apa saja, sangat kompleks atau sederhana pula atau kompleksitasnya sedang. Plot itu mengandung logika cerita, mengapa sesuatu yang begini berubah menjadi begitu, dan berakhir secara begitu. Cara mengakhiri cerita itulah terdapat opini, pikiran, pandangan dunia Anda.
Di tulis kembali oleh Eriko Utama,
Anggota Pengamat FFB (Forum Film Bandung)