Oleh
Raja BlackWhite [@r4dzML]
(Pecinta Film Indonesia)
Raja BlackWhite [@r4dzML]
(Pecinta Film Indonesia)
Kenapa Hatiku cenat-cenut tiap ada kamu, u know me so
well
Cinta sejati dan sempurna itu ada, tak perlu fisik
sempurna untuk kisah cinta sempurna.
Wow, surprisingly, Morgan Oey yang tadinya
romantis dengan joged-joged ala korea bersama SM*SH (yang mana saya sangat
tidak suka) bisa berubah drastis, romantis dengan kata-kata indah nan puitis.
Wah, kalau kalian para cewek, kira-kira lebih suka dinyanyiin cenat-cenut atau
digombalin dengan kata-kata indah itu oleh Morgan? Pastinya kalian milih
digombalin kan? Jangankan kalian, aktris cantik sekaliber Revalina S. Temat pun
bisa tersipu dan terpesona oleh Morgan. Namun itu semua tak nyaata, semua itu
hanya ada di film penutup akhir tahun 2014. ASSALAMUALAIKUM
BEIJING.
![]() |
Sumber : http://www.harnas.co/files/images/760420/2014/12/14/assalamualaikum-beijing.jpg |
Waalaikumsalam Bandung. Pada awalnya saya tidak
tertarik dengan film drama cinta yang judulnya nyerempet-nyerempet Islam,
karena pada faktanya judul tersebut hanya dijadikan teknik marketing agar
filmnya laku. Bukan tanpa alasan, La Tahzan, adalah film yang paling
mengecewakan buat saya, bukan karena filmnya tidak bagus, tapi judul dengan isi
kurang muatannya, ya isinya jadi tidak jauh beda dengan drama cinta biasa
laiknya Heart atau Ada Apa Dengan Cinta.
Film drama Indonesia sebetulnya klise, pasti ceritanya
tentang cinta segitiga, perselingkuhan ditambah dengan salah satu
tokohnya menderita sakit parah. Begitu pula Assalamualaikum Beijing.
Film ini bercerita tentang sosok Asmara (Revalina
S. Temat) yang gagal menikah dengan Dewa (Ibnu Jamil) karena Dewa telah selingkuh dengan Anita (Cynthia Ramlan). Mungkin untuk melupakan rasa
sakit hatinya Asmara yang kebetulan diterima kerja di Beijing memutuskan untuk
hijrah kesana. Dengan bantuan dan ditemani Sekar (Laudya
Cintyha Bella) sahabatnya, ia menjalani hari-hari di Beijing. Hingga
takdir menuntunnya bertemu seorang pemuda lokal nan ganteng Zhong Wen (Morgan Oey) dan keduanya saling jatuh cinta.
Suatu hari Asmara diketahui menderita penyakit parah, dan ia ingin dirawat di
Indonesia, pulanglah Asmara ke Indonesia. Lalu bagaimana dengan Beijing?
Bagaimana dengan Zhong Wen? Ikuti kisahnya di bioskop terdekat ya?
TAK TERJEBAK DRAMA RELIGI YANG
SUDAH-SUDAH
Drama religi sebelum ini apalagi diangkat dari novel
sudah banyak, sebut saja Ayat-Ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih,
Cinta Suci Zahrana dan yang paling mirip dan masih tayang juga adalah Ku
Kejar Cinta Ke Negeri Cina. Rupanya Guntur Soeharjanto lebih cermat kali
ini, drama klise pada Assalamualaikum Beijing ditatar dengan sangat pas, tidak
lebay alias tidak berlebihan. Hampir saja saya membayangkan, porsi Ibnu Jamil
yang rela memperjuangkan cintanya untuk Asmara hingga ia menyusulnya ke
Beijing, akan mendapat porsi yang berlebih, hingga pikiran saya akan terbang
pada film serupa KuKejar Cinta Ke Negeri Cina. Namun, ternyata, porsinya sangat
pas, sebagai penguat skenario bahwa Asmara memang betul-betul ingin melupakan
Dewa.
Begitu pula saat Zhong Wen meminta restu ibu Asmara (Jajang C. Noer) untuk menikahi Asmara padahal
saat itu Asmara sedang terbaring di kamar tidur tanpa sepatah kata. Seketika
pikiran saya melayang pada Ayat-ayat Cinta saat Fachri (Fedi Nuril)
menikahi Maria (Carissa Puteri) dalam keadaan sakit parah dan terbaring.
Disinilah porsi semuanya ditakar dengan sangat pas oleh Guntur Soeharjanto.
ISLAM DALAM FILM
Keenggaan saya menonton film drama religi seperti ini
seperti yang saya sebutkan di atas adalah karena Islam biasanya hanya menjadi
tempelan dalam film. Namun tidak dengan Assalamualaikum Beijing. Nafas Islam
cukup masuk dan mengisi ruh skenario film ini. Salut buat Alim Sudio. Ini memang bukan film 99 Cahaya di
Langit Eropa yang lebih menekankan Islam dibanding dramanya,
Assalamualaikum Beijing tetap film drama yang berlatarkan Islam. Beberapa
skenario yang cukup kental adalah seperti bagaimana Reva menjelaskan bagaimana
hukumnya bersentuhan antara laki-laki dan perempuan baligh yang belum mahram,
tidak menggurui dan tidak cerewet namun betul-betul inspiratif. Sejarah Islam
di China juga dilukiskan Assalamualaikum Beijing dengan cukup tepat, tepat
porsi dan penempatannya, melalui narasi-narasi Asmara dan beberapa tempat yang
dikunjungi para tokoh utama. Untuk hal ini, saya tidak kecewa, film
Assalamualaikum Beijing sangat tepat menaruh porsi Islam dalam filmnya.
Ditinjau dari departemen akting, Revalina kembali
mempersembahkan penampilan terbaiknya. Rasanya Reva sangat pas untuk memerankan
peran wanita muslimah yang kerudungan. Dua film sebelumnya pun Perempuan
Berkalung Sorban (2008) dan Hijrah Cinta (2014) sukses membawa
Revalina ke panggung nominasi Pemeran Utama Wanita Terbaik FFI 2009 dan 2014.
Semoga lewat Assalamualaikum Beijing, Reva kembali mendapat nominasi serupa
bahkan bisa menggondol piala citra. Meski begitu, Reva bukan tampil tanpa cela,
ada sedikit yang kurang sreg dalam hati saya ketika Reva beradegan sakit.
Ekspresinya kurang konsisten, mungkin bisa juga pengaruh make up dan kostum
yang membuat Reva terlalu cantik untuk sakit, tapi terlepas itu semua,
Reva, I LOVE U.
Yang paling mencuri perhatian adalah akting Laudya
Cintya Bella sebagai Sekar. Nggak nyangka Bella bisa berakting ciamikk dan
lucu. Bagi anda yang menyaksikan film Bella, Tak Kemal Maka Tak Sayang
(Oktober 2014), mungkin tidak akan terlalu kaget Bella, bisa ngelucu. Namun
meski begitu, di Assalamualaikum Beijing, Bella menunjukkan performa meningkat
yang luar biasa. Saya sangat suka karakter dan akting Sekar sebagai penggila
drama korea, ditambah dengan skenario apik dari Alim Sudio, sekali lagi good
job buat Alim Sudio.
CERITA HEBAT ASMA NADIA
Rasanya saya juga jatuh cinta pada Asma Nadia. Setelah dua ceritanya yang diangkat
ke layar lebar Emak Ingin Naik Haji dan Rumah Tanpa Jendela,
memberikan suguhan yang apik dan inspiratif, kali ini Asma Nadia kembali
membuat saya jatuh cinta dengan Assalamualaikum Beijing. Jujur kalau baca
novelnya saya belum pernah, saya hanya menyimpulkan nya dari filmnya saja. Film
Assalamualaikum Beijing mengangkat Putri Ashima, Legenda Lokal China di
Negeri Yunan, sebagai latar novel. Diceritakan bahwa bahwa ada seorang pria
mencintai Ashima, …… bla bla bla bla ….., hingga akhirnya terjadi musibah dan
singkatnya Ashima menjadi patung batu. Pria tersebut selalu mendatangi patung
batu tersebut dan hanya dengan gemanya ia bisa merasakan getarnya cinta
putri Ashima. Zhong Wen pun pernah mengajak Asmara untuk mengungjungi patung
batu Ashima tesebut bersamanya namun gagal karena Asmara sakit, hingga akhirnya
saat mereka sudah menikah kembali ke Beijing keduanya bisa mengunjungi patung batu
tersebut. Namun keadaan telah berubah. Dengan di shoot oleh Enggar Budiono, Asmara dan Zhong Wen berbicara
dengan latar belakang patung batu Ashima. Saat itu keadaan Asmara tidak bisa
berbicara, Zhong Wen hanya bisa merasakan cinta Asmara dari bahasa tubuhnya
serupa dengan pria yang mencintai Ashima, karena patung sudah tidak bisa
berbicara. Disinilah letak salutnya Asma Nadia, mampu merangkai cerita dengan
tidak ada yang mubadzir. Anda penulis wanita hebat, Asma
Nadia.
Anda yang menonton film ini pastinya akan berurai air
mata. Tadinya saya sendiri gak mau mewek, bahkan tengok kanan kiri pun,
temen-temen saya juga pada mewek, tapi apa daya, tata musik Joseph S Djafar melengkapi suasana haru nan
romantis di beberapa scene film. Bagaimana film ini melukiskan kisah
cinta setia, meski ada tapi jarang ditemukan. Ah, pokoknya banyak quote
yang bikin meleleh, nggak akan dijelasin lebih lanjut, nonton aja ya.
Hanyut dalam cerita yang ditawarkan, film ini hadir
bukan tanpa kekurangan. Logat Zhong Wen masih Indonesia banget, mungkin biar
penonton juga mengerti maksud film. Namun, Guntur
Soeharjanto lagi-lagi lebih cermat, kata temen saya yang baca novel,
bahwa Zhong When tidak bisa berbicara bahasa Indonesia, namun di film Zhong Wen
lancar berbahasa Indonesia, cermatnya dimana? Guntur membuat logika bahwa Zhong
Wen adalah seorang tour guide yang tentunya paham bahasa asing lain
termasuk Indonesia. Rasanya sang sutradara juga belajar banyak dari film 99
Cahaya di Langit Eropa, yang tanpa dasar yang jelas, Fatma Pasha (Raline
Shah) wanita asal Turki mampu berbicara bahasa Indonesia dengan jelas, jadi
masih bisa dimaklumilah. Selain itu perpindahan Morgan menjadi seorang mualaf
pun terlalu singkat. Namun cukup masuk logika dengan narasi bahwa ia ketemu
dengan imam mesjid, mungkin dari sana ia belajar banyak Islam hingga akhirnya
menjadi seorang mualaf.
Finally, film produksi Maxima
Pictures yang diadaptasi dari novel Asma Nadia berjudul sama ini,
murni tentang kesetiaan cinta, hal ini didukung pula oleh narasi ending
yang memperlihatkan kebahagiaan Ibnu Jamil bersama anak istrinya. Cinta memang
anugerah terindah dari Sang Pencipta terhadap ummatnya, semuanya butuh cinta. Ah
pokoknya saya jatuh cinta pada Assalamualaium Beijing. Jatuh cinta pada
Revalina, apalagi pada Bella. Keren aktingnya. Intinya hampir seluruh
potongan scenenya memiliki ruh dan hadir tanpa sia-sia.
![]() |
Sumber : http://hardiyanmedia.com/wp-content/uploads/2015/01/salam_beijing.jpg |
Akhirnya, selesai sudah review, pesan saya
satu, carilah pasangan hidup yang setia,
bukan setia karena romantis tapi cari yang seiman
dulu, romantis bisa belakangan, ah untungnya ada Sekar dan Suaminya
(Deddy Mahendra Desta) yang membuat air
mata ini mampu berkolaborasi dengan tawa. Semoga saya juga segera mendapat
jodoh wanita yang cantik seperti Revalina S. Temat, menghibur seperti Laudya
Cintya Bella dan cerdas seperti penulis Asma Nadia dan tentunya seiman,
pastinya Cenat-cenut Romantis. Amin…
Kredit :
Pemeran Utama Wanita : Revalina S Temat
Pemeran Utama Pria : Morgan Oey
Pemeran Pembantu Pria : Ibnu Jamil, Deddy Mahendra Desta
Pemeran Pembantu Wanita : Laudya Cynthia Bella, Cynthia Ramlan, Ollyne Apple, Jajang C Noer
Sutradara : Guntur Soeharjanto
Penulis Skenario : Alim Sudio
Penata Editing : Ryan Purwoko
Penata Kamera : Enggar Budiono
Penata Artistik : Fransischus Dede V
Penata Musik : Joseph S Djafar
Pemeran Utama Wanita : Revalina S Temat
Pemeran Utama Pria : Morgan Oey
Pemeran Pembantu Pria : Ibnu Jamil, Deddy Mahendra Desta
Pemeran Pembantu Wanita : Laudya Cynthia Bella, Cynthia Ramlan, Ollyne Apple, Jajang C Noer
Sutradara : Guntur Soeharjanto
Penulis Skenario : Alim Sudio
Penata Editing : Ryan Purwoko
Penata Kamera : Enggar Budiono
Penata Artistik : Fransischus Dede V
Penata Musik : Joseph S Djafar
0 Komentar
Terima kasih sudah mengunjungi website resmi Festival Film Bandung. Sila tinggalkan jejak di kolom komentar. Hindari spamming dan kata-kata kasar demi kenyamanan bersama.