Untuk informasi dan aktivitas FFB terkini, tonton video terbaru di Channel Youtube kami. Subscribe Here!

Perankan Karakter Autis, Dimas Anggara Persembahkan Akting Terbaiknya di Dancing in The Rain

Siapa yang tidak kenal  dengan aktor muda Dimas Anggara?

Dimas Anggara memulai karir layar lebarnya pada tahun 2009 lewat Kembang Perawan. Namun, nama Dimas Anggara mulai terkenal setelah membintangi sejumlah film remaja produksi Screenplay Films. Sebut saja Magic Hour (2015), London Love Story (2016), London Love Story 2 (2017) dan The Perfect Husband (2018).

Jika dilihat peran - peran Dimas Anggara di film-film tersebut nyaris sama yakni karakternya yang digambarkan sebagai cowok ganteng nan mapan. Mungkin sedikit bosan dengan peran-perannya, Dimas Anggara ingin mencoba tantangan baru dalam dunia seni peran. Salah satunya, ia ingin memerankan karakter yang mengidap spektrum autis. Dan harapan Dimas Anggara ini terwujud dalam film terbarunya, Dancing in The Rain yang juga diproduksi oleh Screenplay Films dan berkolaborasi dengan Legacy Pictures.




Lalu bagaimanakan penampilan Dimas Anggara di film ini?.

Sebelum saya menilai bagaimana akting Dimas di film ini, terlebih dahulu saya berkesempatan mendengar proses di balik layar bagaimana Dimas bisa mendapat peran ini dan akhirnya menyetujuinya. Dalam press conference yang digelar pada Sabtu (20/10) di XXI BTC Bandung, Dimas mengatakan bahwa ia sangat menantikan peran dan karakter orang dengan kebutuhan khusus. Bahkan, ia sampai meminta secara langsung kepada Screenplay. Namun ketika kesempatan tersebut datang dan ia membaca skenario yang diberikan, tiba-tiba Dimas merasa takut untuk memerankan karakter tersebut. Dimas merasa ragu ia tak akan mampu memerankan karakter tersebut dengan baik.

Bukan seorang aktor namanya, jika tak mau mencoba berbagai peran terlebih peran tersebut yang diinginkannya. Dimas pun akhirnya mengajak orangtuanya berdiskusi untuk mendapat masukan mengenai karakter yang akan ia perankan.

“Ini yang kamu mau ini yang kamu impikan, kamu kejar, fight sampai kamu bisa, anggaplah ini skripsi buat kamu,” tutur Dimas menirukan perkataan orang tuanya yang akhirnya membuat Dimas yakin untuk memerankan karakter tersebut.



Lebih jauh Dimas mengemukakan alasan mengapa ia ingin memerankan karakter yang mengidap spektarum autis. Baginya, mereka yang berkebutuhan khusus tersebut adalah orang-orang spesial dan luar biasa. Pengidap spektrum autis kebanyakan adalah orang-orang yang memiliki tingkat kecerdasaran di atas rata-rata. Dimas ingin tahu bagaimana menjadi mereka. Diakui Dimas, hal ini bisa mengasah empatinya terhadap orang - orang yang memiliki berkebutuhan khusus.

Untuk mencapai performa terbaiknya, Dimas butuh waktu kurang lebih tiga bulan untuk melakukan riset dan observasi kepada teman-teman pengidap spektrum autis. Selain itu, Dimas pun mengakui sempat bertemu dan didampingi langsung oleh psikolog anak-anak berkebutuhan khusus yang dihadirkan oleh Screenplay. Dalam riset dan observasinya, diakui Dimas hal tersulit untuk dipelajari adalah gestur dan cara berbicara mereka. Berbeda dengan kebanyakan orang, mereka cenderung menghindari tatapan mata.

Biar nggak nangis sendirian, jadi nontonnya barengan/Nadia

Untuk membuktikan kepiawaian akting Dimas Anggara dan melihat hasil riset selama beberapa bulan saya pun menonton Dancing in the Rain selepas press conference. Saya melihat bagaimana Dimas Anggara melakoni kebiasaan-kebiasaan yang biasa dilakukan oleh pengidap spektrum autis. Coba lihat bagaimana ketika Dimas melakoni adegan -adegan berikut; tidak merespon jika dipanggil, suka bermain sendiri, tidak suka kontak mata, tidak suka dipeluk atau hanya membolehkan dipeluk saat mereka ingin saja, serta sulit menafsirkan ekspresi wajah orang lain; semuanya dilakoni Dimas Anggara dengan sangat baik.

Saya begitu terhanyut akan pembawaan Dimas Anggara di film ini. Bukan saja sebatas akting terbaik yang dipersembahkan, tapi karakter Banyu (tokoh yang diperankan Dimas Anggara di film ini) membawa pesan lebih jauh dari itu. Sebuah pesan yang menyadarkan saya bahwa toleransi dengan sesama manusia adalah hal yang sangat penting, karena pada prinsipnya semua manusia memiliki derajat yang sama dengan atau tanpa kelainan psikologis.

Film yang disutradarai oleh Rudi Aryanto ini juga membawa pesan kepada kita untuk tidak melakukan perundungan terhadap orang-orang yang berkebutuhan khusus. Oia, bagi kamu yang ingin menonton film ini, sempatkan ya, masih tayang di bioskop - bioskop terdekat lho.


2 comments

  1. klo yang suka review film di bandung komunitasnya dimana yahh? boleh join?
    1. Ada komunitas FFBComm kak
Terima kasih sudah mengunjungi website resmi Festival Film Bandung. Sila tinggalkan jejak di kolom komentar. Hindari spamming dan kata-kata kasar demi kenyamanan bersama.
© Forum Film Bandung. All rights reserved.