Untuk informasi dan aktivitas FFB terkini, tonton video terbaru di Channel Youtube kami. Subscribe Here!

Si Doel The Movie: Dilema Konsekuensi Status Pernikahan


     Saya bukanlah fans setia sinetron Si Doel Anak Sekolahan yang sempat jadi sinetron hits pada tahun pertengahan tahun 90an sampai tahun 2006. Hanya sedikit detil karakter dan konflik di antara mereka yang terekam, kecuali karakter Mak Nyak, Karyo dan Mandra yang paling banyak diingat. Tapi walau begitu, tidak membuat kehilangan minat untuk nonton versi layar lebarnya.

     Konflik Si Doel the Movie dibuka ketika Doel - ditemani Mandra - diundang Hans sahabatnya waktu kuliah dulu untuk datang Belanda. Sebelum berangkat, Mak Nyak (Aminah Tjendrakasih) sempat mewanti-wanti agar Doel tidak tergoda untuk mencari keberadaan Sarah (Cornelia Agatha) di Belanda.

     Sebelum filmnya resmi rilis di bioskop, sudah banyak status-status di media sosial yang membahas soal ini. Jadi bisa dibilang ada dua kubu yang mengklaim sebagai kubunya Zaenab (Maudy Koesnaedi) dan satu lagi kubunya Sarah. Saya sendiri memosisikan diri sebagai kubu netral karena secara emosional tidak punya keterikatan yang kuat dibanding penonton setia sinetronnya. 
  
     Konflik cinta segitiga yang sudah ada sejak versi sinetronnya memang jadi greget tersendiri. Status pernikahan Doel dan Sarah jadi tidak jelas setelah Sarah pergi, sementara Doel tidak berusaha mencari keberadaannya. Sementara Zaenab seakan-akan berada dalam posisi 'perebut suami orang' bagi 'Pendukung Sarah'.

     Alur film sepanjang 85 menit - yang penulisan naskah dan disutradarai oleh Rano Karno sendiri - sebenarnya berjalan normal, artinya tidak terlalu cepat ataupun datar. Hanya saja ekspresi datar dari Doel yang ngomong seperlunya membuat film produksi Falcon Pictures yang berkolaborasi dengan Karnos Film terasa menggemaskan. Dilema yang dihadapi membuat Doel seakan-akan jadi karakter suami yang plin-plan, tidak tegas dan label menyebalkan lainnya.

     Penasaran dengan apa yang terjadi ketika Sarah dan Si Doel di masa lalu, saya coba menonton versi sinetron ketika Doel menikah dengan Sarah dan pernikahan Zaenab dengan suami sebelumnya. Di sini Doel dan Sarah lebih ekspresif dan tidak seirit dan kagok versi filmnya.

     Karakter Doel yang memang dibuat 'lempeng' saat bertemu anaknya Sarah sukses bikin kesal. Komentar semacam "laki-laki nyebelin" atau "ga punya perasaan" adalah hal yang wajar kalau terlontar. Kegamangan Doel dengan situasi yang dialaminya adalah salah satu dari alasan mengapa Doel begitu iritnya berbicara. Untungnya, ada akting Mandra yang menghidupkan suasana di hampir sepanjang film dengan celetukan-celetukan sekenanya dengan Atun (Suty Karno) atau Hans (Adam Jagwani), dan Sarah. Selain Mandra, bagi saya sebenarnya kehadiran Doel kecil (Rey Bong) bisa membuat film jadi lebih emosional, jika konfliknya digali lebih dalam. Tapi tali kasih antara ayah dan anak bukanlah target utama dari cerita yang ingin disampaikan.

      Dalam salah satu adegan di film, Mak Nyak yang sudah tidak bisa melihat berseloroh cuek waktu mengatakan ia kasihan dengan Koh Ahong (Salman Al Farisi) yang masih belum saja menikah. Saya yang tidak mengikuti sepenuhnya alur cerita versi sinetron menemukan jawabannya di episode pernikahan Doel dan Sarah. Bisa dibilang kalau ini bukan saja cinta segitiga tapi juga segiempat, hanya saja porsi Koh Ahong yang pernah mencintai Zenab dalam film memang tidak sebanyak tokoh lainnya. Cinta yang bertepuk sebelah tangan bisa sampai segitunya membuat seseorang memutuskan untuk berhenti berharap namun tidak bisa move on untuk melupakan kesedihannya.

     Entah apa yang akan terjadi dengan Koh Ahong nanti, dan bagaimana perjalanan cinta segitiga antara Doel, Sarah dan Zaenab yang masih belum menemukan penyelesaiannya. Walau secara norma hukum, sighat ta'liq talak (pernyataan talak yang dibacakan setelah akad nikah) jadi acuan hak Sarah sebagai istri untuk mengajukan gugatan cerai. Sebaliknya, bagi Doel sebagai suami dengan adanya ikrar ini artinya bersedia menerima gugatan, bukan hal yang mudah untuk memutuskan untuk bercerai. Doel yang digambarkan sebagai anak yang soleh, rajin salat dan mengaji juga tidak akan tega mengabaikan amanah ibunya untuk baik-baik memperlakukan Zaenab yang sudah sepenuh hati mencintainya.

     Dalam sebuah pernikahan, mantan suami atau mantan istri bukan hal yang aneh tapi perceraian tidak pernah memutuskan hubungan biologis antara anak dan orangtuanya. Sialnya, bukan hanya Doel kecil yang memiliki hubungan biologis tapi Zaenab yang mual-mual menunjukkan tanda-tanda akan mengandung anak dari Doel juga.

     Posisi Doel memang sangat dilematis. Jadi wajar saja kalau ia begitu suntuk dan mumet, tergambar dalam penghayatannya di film. Tapi pengalaman yang berbeda dari setiap orang yang menonton juga tidak bisa disalahkan sehingga mempunyai penilaian dan pilihan masing-masing. Jadi siapa yang dipilih Doel? Sarah atau Zaenab? Atau memilih netral?

Oleh : Efi Fitriyyah (Kontributor Pengamatan Film FFBComm)


Post a Comment

Terima kasih sudah mengunjungi website resmi Festival Film Bandung. Sila tinggalkan jejak di kolom komentar. Hindari spamming dan kata-kata kasar demi kenyamanan bersama.
© Forum Film Bandung. All rights reserved.