Oleh DHIPA GALUH PURBA
(FORUM FILM BANDUNG)
Resensi adalah kupasan atau
bahasan mendalam mengenai suatu karya intelektual yang telah disiarkan melalui
media. Adapun yang dimaksud karya intelektual adalah hasil suatu pemikiran dan
kecerdasan manusia, yang bisa berbentuk desain, seni, karya tulis, atau
penerapan praktis suatu ide. Maka karya-karya intelektual yang biasanya
diresensi adalah buku, film, teater atau drama, lagu, dan lain-lain. Film merupakan karya seni, yang tentu saja
menjadi sebuah karya intelektual.
Resensi
berasal dari bahasa Latin, yaitu revidere
atau recensere. Artinya melihat
kembali, menimbang, atau menilai. Pada bahasa Belanda, dikenal dengan istilah recensie. Sedangkan dalam bahasa Inggris
dikenal dengan istilah review. Jadi,
kalau melihat kata asalnya, review bisa merupakan kupasan atau
bahasan tentang berbagai hal selain karya intelektual. Namun di Indonesia kata
“Resensi” sudah biasa digunakan untuk membahas karya-karya intelektual yang
telah disiarkan oleh media. Adapun media yang dimaksud tergantung pada karyanya
sendiri. Karya tulis, médianya buku, koran, majalah, atau website. Karya film,
media penyebarannya bioskop, televisi, atau website. Karya teater, media
pementasannya panggung.
Jadi,
Resensi Film adalah kupasan atau bahasan mendalam mengenai sebuah film yang telah
disebar melalui media. Di dalam resensi, mengandung kritik membangun. Maka bagi
para pencipta karya seni, termasuk film, harus siap dikritik pada saat
menciptakan sebuah karya. Kritik itu
sehat. Manusia akan lebih terhormat mendapat kritikan atas karya-karyanya, dibandingkan
manusia yang tidak pernah dikritik karena tidak pernah melahirkan karya apapun.
Sebab, kritik film atau kritik karya apapun merupakan sebuah afresiasi terhadap
karya. Afresiasi adalah sebuah wujud penghargaan bagi orang atau sekumpulan
orang yang melahirkan karya.
Maka, tujuan utama membuat
resensi film pun tiada lain sebagai wujud afresiasi terhadap para sineas yang telah melahirkan karya berupa film. Selain
itu, resensi film juga bertujuan untuk memaparkan pemahaman komprehensif dari film
tersebut. Kemudian, penulis resensi bisa mengajak para penikmat film lainnya untuk
memikirkan, merenungkan, dan mendiskusikan lebih jauh fenomena yang muncul dalam film tersebut. Dari semua
itu, pada akhirnya sebuah resensi film
diharapkan bisa memberikan pertimbangan kepada calon penonton atau penikmat
film, dan memberikan masukan yang sangat berharga kepada masyarakat dalam
memilih film.
Iklan-iklan film tersebar
hampir di sebuah media cetak. Trailernya pun mudah didapatkan di website atau
sengaja ditampilkan di televisi. Masyarakat perlu mendapat pencerahan tentang
film yang beredar tersebut. Kalau perlu, merekomendasikan untuk menonton atau bahkan
tidak perlu menonton film-film tertentu. Kata ”tidak perlu” memang terlihat
cukup kejam. Namun, untuk film-film yang memang tidak patut ditonton, tak ada
salahnya menyarankan untuk tidak perlu ditonton. Hal itu berkenaan dengan
kurang berfungsinya lembaga sensor film. Para pengurus yang menduduki kursi
lembaga sensor film saat ini, tidak bekerja secara maksimal dalam menyensor
film. Sudah menjadi rahasia umum bahwa film-film yang tidak patut ditonton,
ternyata memiliki label lulus sensor.
Belum lagi maraknya DVD
bajakan yang tidak ada instansi manapun sanggup meredamnya. Masyarakat semakin bebas
membeli film dengan harga yang super murah. Harga DVD bajakan rata-rata Rp
5.000,-. Dalam satu keping DVD, ada yang memuat 10 judul film. Artinya, satu
judul film hanya dihargai Rp 500,-. Lebih murah dibanding harga satu batang
rokok. Selain DVD bajakan yang mudah didapat dan murah, ditambah lagi dengan
website yang menyediakan beragam film untuk didownload dengan gratis. Jelas
peran resensi film untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat semakin
penting. Paling tidak, masyarakat tidak terlalu kalap untuk menonton segala film
yang justru bisa menjadi salahsatu pendorong keruntuhan nilai-nilai moral.
Dengan kondisi seperti
itu, seorang penulis resensi film harus sigap untuk menyaksikan film lebih
awal. Sebab, pada saat film diluncurkan, akan selalu bersamaan dengan penyebaran
sinopsis dan pencitraan film tersebut yang sama-sama mengaku bernama resensi
film. Atau bisa saja dikatagorikan sebuah resensi deskriptif. Suatu resensi
yang hanya berisi pemaparan datar mengenai sebuah film, berisi sinopsis dan pujian
tanpa argumen yang kuat. Sementara resensi yang bagus harus deskriptif
evaluatif atau bahkan lebih hebat lagi kalau deskriptif komparatif.
Langkah-langkah Membuat
Resensi Film
Pertama-tama tentunya harus mengenali film yang
akan diresensi. Artinya harus menyimak atau menonton filmnya terlebih dahulu. Kuncinya
jangan lupa, bahwa penulis skenario harus sigap untuk menonton. Jangan sampai
film sudah tidak tayang di bioskop, resensinya baru ditulis, meskipun tetap
saja bermanfaat.
Memilah unsur ekstrinsik dan intrinsik dalam film.
Hal yang termasuk dalam unsur intrinsik adalah tema film, plot, alur, latar
tempat, konflik, penokohan, tata suara, musik, dan segala hal yang nampak dalam
film tersebut. Sedangkan unsur ekstrinsik meliputi latar belakang para sineas
dibalik film tersebut, baik yang tergabung dalam tim sinematik maupun non
sinematik. Singkatnya, yang termasuk dalam tim sinematik adalah orang-orang
yang berhubungan langsung dengan sinematografi. Yakni, tim yang bekerja dalam
pengambilan gambar dan suara dalam film tersebut, terutama sutradara, penulis
skenario, dan para aktor/ aktrisnya. Pada saat pengambilan gambar, penulis
skenario memang tidak perlu terlibat langsung di lapangan, tapi naskahnya
menjadi rujukan sutradara. Maka jelas penulis skenario pun termasuk dalam tim
sinematik.
Sedangkan tim non-sinematik adalah orang yang
sama-sekali tidak terlibat dalam pengambilan gambar dan suara, tetapi tetap
berpengaruh dalam proses pembuatan film. Diantaranya produser, unit manager,
dan marketing. Bahkan khusus bagi produser, meskipun tidak terlibat dalam
pengolahan film, tetapi perannya cukup signifikan. Sebagai penyandang dana,
produser bisa saja memaksakan keinginannya dalam film tersebut. Maka, alangkah
baiknya jika seorang produser merangkap menjadi sutradara. Sebab, ia akan
memahami film yang akan dibuatnya dengan pertimbangannya sebagai pengusaha dan
seniman. Berbeda dengan seorang produser
yang orientasinya hanya keuntungan belaka. Perlu dipelajari latar
belakang tempat tinggalnya, hal yang berkaitan dengan sosial budaya, pandangan
ideologinya, agamanya, ekonominya, pendidikannya, dan jejak rekam lainnya yang bisa
dikaitkan dengan film tersebut. Produser yang sehari-harinya memegang ajaran
agama, tidak akan mengeluarkan biaya untuk membuat film sembarangan. Contoh
produser yang merangkap sutradara adalah
Dedy Mizwar pada sireal ”Kiamat Sudah Dekat”, Rano Karno pada serial ”Si
Doel Anak Sekolahan”.
Setelah mengamati unsur
instrinsik dan ekstrinsik film yang akan diresensi, maka bisa dimulai dengan menuliskan
tema film tersebut dan membuat sinopsisnya.
Boleh membaca sinopsis yang dibuat oleh orang lain sebagai bahan perbandingan.
Tapi biasakan untuk menanamkan keyakinan bahwa sinopsis yang benar adalah
sinopsis hasil dari pengamatan sendiri. Bisa sama dengan yang dibuat orang
lain, bisa sedikit berbeda. Lalu menuliskan latar belakang cerita dalam film
tersebut. Apakah film itu diangkat dari kisah nyata kehidupan (biofic) semisal
Habibie Ainun atau 99 Cahaya di Langit Erova? Apakah berlatar sejarah? Ataukah Fiksi murni? Penulis resensi juga
bisa menelesuri apakah cerita dalam film tersebut diangkat dari sebuah novel, cerpen, sandiwara radio, dongeng,
cerita legenda, dan lain-lain.
Kemudian menentukan golongan/ genre film yang
diresensi. Lalu menandai bagian film yang akan dijadikan sebagai kutipan.
Biasanya berupa adegan atau dialog yang dianggap penting. Dan yang terpenting
adalah menganalisanya. Lebih baik lagi kalau membandingkan dengan film lainnya
yang dianggap relevan sebagai bahan perbandingan.
Setelah semuanya selesai, buatlah judul
resensinya. Judul resensi tidak perlu menuliskan nama judul film. Misalnya
untuk meresensi film ”99 Cahaya di Langit Erova”, kita bisa membuat judul ”Pluralisme
di Erova” atau ”Perjalanan Menyusuri Bumi Erova”. Membuat judul harus semenarik
mungkin. Dan sebagai catatan, judul resensi bisa dibuat sebelum resensinya
ditulis atau setelah resensinya selesai. Tergantung dari kebiasaannya. Tapi
biasanya ide untuk membuat judul itu muncul setelah resensinya selesai atau di
tengah perjalanan menulis resensi.