Untuk informasi dan aktivitas FFB terkini, tonton video terbaru di Channel Youtube kami. Subscribe Here!

Menakar Pentingnya Sebuah Resensi Film

Oleh DHIPA GALUH PURBA

(FORUM FILM BANDUNG)

Resensi adalah kupasan atau bahasan mendalam mengenai suatu karya intelektual yang telah disiarkan melalui media. Adapun yang dimaksud karya intelektual adalah hasil suatu pemikiran dan kecerdasan manusia, yang bisa berbentuk desain, seni, karya tulis, atau penerapan praktis suatu ide. Maka karya-karya intelektual yang biasanya diresensi adalah buku, film, teater atau drama, lagu, dan lain-lain. Film merupakan karya seni, yang tentu saja menjadi sebuah karya intelektual.
            Resensi berasal dari bahasa Latin, yaitu revidere atau recensere. Artinya melihat kembali, menimbang, atau menilai. Pada bahasa Belanda, dikenal dengan istilah recensie. Sedangkan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah review. Jadi, kalau melihat kata asalnya,  review bisa merupakan kupasan atau bahasan tentang berbagai hal selain karya intelektual. Namun di Indonesia kata “Resensi” sudah biasa digunakan untuk membahas karya-karya intelektual yang telah disiarkan oleh media. Adapun media yang dimaksud tergantung pada karyanya sendiri. Karya tulis, médianya buku, koran, majalah, atau website. Karya film, media penyebarannya bioskop, televisi, atau website. Karya teater, media pementasannya panggung.

     
       Jadi, Resensi Film adalah kupasan atau bahasan mendalam mengenai sebuah film yang telah disebar melalui media. Di dalam resensi, mengandung kritik membangun. Maka bagi para pencipta karya seni, termasuk film, harus siap dikritik pada saat menciptakan sebuah karya. Kritik itu sehat. Manusia akan lebih terhormat mendapat kritikan atas karya-karyanya, dibandingkan manusia yang tidak pernah dikritik karena tidak pernah melahirkan karya apapun. Sebab, kritik film atau kritik karya apapun merupakan sebuah afresiasi terhadap karya. Afresiasi adalah sebuah wujud penghargaan bagi orang atau sekumpulan orang yang melahirkan karya.
            Maka, tujuan utama membuat resensi film pun tiada lain sebagai wujud afresiasi terhadap para sineas  yang telah melahirkan karya berupa film. Selain itu, resensi film juga bertujuan untuk memaparkan pemahaman komprehensif  dari  film tersebut. Kemudian, penulis resensi bisa mengajak para penikmat film lainnya untuk memikirkan, merenungkan, dan mendiskusikan lebih jauh fenomena  yang muncul dalam film tersebut. Dari semua itu,  pada akhirnya sebuah resensi film diharapkan bisa memberikan pertimbangan kepada calon penonton atau penikmat film, dan memberikan masukan yang sangat berharga kepada masyarakat dalam memilih film.
            Iklan-iklan film tersebar hampir di sebuah media cetak. Trailernya pun mudah didapatkan di website atau sengaja ditampilkan di televisi. Masyarakat perlu mendapat pencerahan tentang film yang beredar tersebut. Kalau perlu, merekomendasikan untuk menonton atau bahkan tidak perlu menonton film-film tertentu. Kata ”tidak perlu” memang terlihat cukup kejam. Namun, untuk film-film yang memang tidak patut ditonton, tak ada salahnya menyarankan untuk tidak perlu ditonton. Hal itu berkenaan dengan kurang berfungsinya lembaga sensor film. Para pengurus yang menduduki kursi lembaga sensor film saat ini, tidak bekerja secara maksimal dalam menyensor film. Sudah menjadi rahasia umum bahwa film-film yang tidak patut ditonton, ternyata memiliki label lulus sensor.
            Belum lagi maraknya DVD bajakan yang tidak ada instansi manapun sanggup meredamnya. Masyarakat semakin bebas membeli film dengan harga yang super murah. Harga DVD bajakan rata-rata Rp 5.000,-. Dalam satu keping DVD, ada yang memuat 10 judul film. Artinya, satu judul film hanya dihargai Rp 500,-. Lebih murah dibanding harga satu batang rokok. Selain DVD bajakan yang mudah didapat dan murah, ditambah lagi dengan website yang menyediakan beragam film untuk didownload dengan gratis. Jelas peran resensi film untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat semakin penting. Paling tidak, masyarakat tidak terlalu kalap untuk menonton segala film yang justru bisa menjadi salahsatu pendorong keruntuhan nilai-nilai moral.
            Dengan kondisi seperti itu, seorang penulis resensi film harus sigap untuk menyaksikan film lebih awal. Sebab, pada saat film diluncurkan, akan selalu bersamaan dengan penyebaran sinopsis dan pencitraan film tersebut yang sama-sama mengaku bernama resensi film. Atau bisa saja dikatagorikan sebuah resensi deskriptif. Suatu resensi yang hanya berisi pemaparan datar mengenai sebuah film, berisi sinopsis dan pujian tanpa argumen yang kuat. Sementara resensi yang bagus harus deskriptif evaluatif atau bahkan lebih hebat lagi kalau deskriptif komparatif.

Langkah-langkah Membuat Resensi Film
Pertama-tama tentunya harus mengenali film yang akan diresensi. Artinya harus menyimak atau menonton filmnya terlebih dahulu. Kuncinya jangan lupa, bahwa penulis skenario harus sigap untuk menonton. Jangan sampai film sudah tidak tayang di bioskop, resensinya baru ditulis, meskipun tetap saja bermanfaat.
Memilah unsur ekstrinsik dan intrinsik dalam film. Hal yang termasuk dalam unsur intrinsik adalah tema film, plot, alur, latar tempat, konflik, penokohan, tata suara, musik, dan segala hal yang nampak dalam film tersebut. Sedangkan unsur ekstrinsik meliputi latar belakang para sineas dibalik film tersebut, baik yang tergabung dalam tim sinematik maupun non sinematik. Singkatnya, yang termasuk dalam tim sinematik adalah orang-orang yang berhubungan langsung dengan sinematografi. Yakni, tim yang bekerja dalam pengambilan gambar dan suara dalam film tersebut, terutama sutradara, penulis skenario, dan para aktor/ aktrisnya. Pada saat pengambilan gambar, penulis skenario memang tidak perlu terlibat langsung di lapangan, tapi naskahnya menjadi rujukan sutradara. Maka jelas penulis skenario pun termasuk dalam tim sinematik.
Sedangkan tim non-sinematik adalah orang yang sama-sekali tidak terlibat dalam pengambilan gambar dan suara, tetapi tetap berpengaruh dalam proses pembuatan film. Diantaranya produser, unit manager, dan marketing. Bahkan khusus bagi produser, meskipun tidak terlibat dalam pengolahan film, tetapi perannya cukup signifikan. Sebagai penyandang dana, produser bisa saja memaksakan keinginannya dalam film tersebut. Maka, alangkah baiknya jika seorang produser merangkap menjadi sutradara. Sebab, ia akan memahami film yang akan dibuatnya dengan pertimbangannya sebagai pengusaha dan seniman. Berbeda dengan seorang produser  yang orientasinya hanya keuntungan belaka. Perlu dipelajari latar belakang tempat tinggalnya, hal yang berkaitan dengan sosial budaya, pandangan ideologinya, agamanya, ekonominya, pendidikannya, dan jejak rekam lainnya yang bisa dikaitkan dengan film tersebut. Produser yang sehari-harinya memegang ajaran agama, tidak akan mengeluarkan biaya untuk membuat film sembarangan. Contoh produser yang merangkap sutradara adalah  Dedy Mizwar pada sireal ”Kiamat Sudah Dekat”, Rano Karno pada serial ”Si Doel Anak Sekolahan”.
            Setelah mengamati unsur instrinsik dan ekstrinsik film yang akan diresensi, maka bisa dimulai dengan menuliskan tema film tersebut dan  membuat sinopsisnya. Boleh membaca sinopsis yang dibuat oleh orang lain sebagai bahan perbandingan. Tapi biasakan untuk menanamkan keyakinan bahwa sinopsis yang benar adalah sinopsis hasil dari pengamatan sendiri. Bisa sama dengan yang dibuat orang lain, bisa sedikit berbeda. Lalu menuliskan latar belakang cerita dalam film tersebut. Apakah film itu diangkat dari kisah nyata kehidupan (biofic) semisal Habibie Ainun atau 99 Cahaya di Langit Erova? Apakah berlatar sejarah? Ataukah Fiksi murni? Penulis resensi juga bisa menelesuri apakah cerita dalam film tersebut diangkat dari  sebuah novel, cerpen, sandiwara radio, dongeng, cerita legenda, dan lain-lain.
Kemudian menentukan golongan/ genre film yang diresensi. Lalu menandai bagian film yang akan dijadikan sebagai kutipan. Biasanya berupa adegan atau dialog yang dianggap penting. Dan yang terpenting adalah menganalisanya. Lebih baik lagi kalau membandingkan dengan film lainnya yang dianggap relevan sebagai bahan perbandingan.
Setelah semuanya selesai, buatlah judul resensinya. Judul resensi tidak perlu menuliskan nama judul film. Misalnya untuk meresensi film ”99 Cahaya di Langit Erova”, kita bisa membuat judul ”Pluralisme di Erova” atau ”Perjalanan Menyusuri Bumi Erova”. Membuat judul harus semenarik mungkin. Dan sebagai catatan, judul resensi bisa dibuat sebelum resensinya ditulis atau setelah resensinya selesai. Tergantung dari kebiasaannya. Tapi biasanya ide untuk membuat judul itu muncul setelah resensinya selesai atau di tengah perjalanan menulis resensi.


Post a Comment

Terima kasih sudah mengunjungi website resmi Festival Film Bandung. Sila tinggalkan jejak di kolom komentar. Hindari spamming dan kata-kata kasar demi kenyamanan bersama.
© Forum Film Bandung. All rights reserved.