(Forum Film Bandung) Film 99 Cahaya di Langit Erova (2), produksi Maxima
Pictures mengandung gagasan yang hampir
sama dengan film “?” (Hanung
Brahmantyo) terutama berkenaan dengan Pluralisme beragama. Konflik-konflik
kecil yang berakhir dengan perdamaian.
Menyodorkan sebuah kesimpulan betapa indahnya hidup rukun meski berbeda
agama. Ditegaskan pula ketika memvisualkan bangunan Cordoba, rumah ibadat yang
mengandung berbagai simbol agama. Tokoh Rangga (Abimana Aryasatya) yang menjadi
semacam penyambung lidah ikhwal toleransi beragama melalui dialog-dialognya
yang segar dan cerdas. Syiar Islam yang cukup bersahaja.
NaraFilm yang paling menonjol dari “99 Cahaya di Langit Erova (2)” terdapat
dalam penataan musik. Adegan Hanum (Acha Septriasa) ketika mengenakan kerudung
pun terasa sangat bernyawa dengan racikan musik yang dihadirkan. Adegan biasa
yang menjadi begitu luar biasa. Padahal tidak ada konflik yang besar atau
penundaan hukum sebab-akibat yang berkepanjangan, dikarenakan film ini terikat
dengan sebuah catatan nyata yang tidak bisa disulap menjadi lebih dramatis,
atau termasuk ke dalam jenis film Biopic (Biographical Motion Picture).
Sayang sekali dengan penokohan Khan (Alex Abbad) dan Stevan (Nino
Fernandez). Khan yang di adegan masa kecilnya begitu sempurba, tiba-tiba pada
saat beranjak dewasa menjadi agak terganggu dengan bahasa yang dipergunakan. Khan,
orang Pakistan, yang sehari-harinya lebih lancar berbahasa Indonesia. Juga,
Steven pun akhirnya menjadi tokoh WNA yang rajin berbahasa Indonesia. Sementara
seting lokasi film ini di Erova. Mestinya, dua tokoh ini dibiarkan menggunakan
bahasanya masing-masing atau lebih logis menggunakan bahasa Inggris. Mungkinkah
di Erova sana ada WNA yang tiba-tiba menggunakan bahasa Indonesia ketika
berdialog dengan WNI? Yang terjadi malah di Jakarta pun orang Indonesia harus
dipaksa mengalah, menggunakan bahasa Inggris pada saat berdialog dengan WNA.
Kelemahan yang lain terdapat pada tokoh Hanum sendiri. Hanum yang terlalu
berlebihan mengagumi Erova, sampai rambutnya pun ikut-ikutan diwarnai. Wajah
Indonesianya sudah tidak ada, meski ada dialog Hanum yang mengungkapkan
kerinduan terhadap tanah air Indonesia –dan pada akhirnya Hanum tinggal di
Indonesia. Tokoh Rangga dan Khan dewasa, yang mewakili wajah Indonesia. Ya,
Khan (dewasa) lebih tampak seperti orang Indonesia daripada Pakistan.
Terlepas dari segala
kekurangannya, film ”99 Cahaya di Langit Erova (2)” merupakan Film bermoral
yang sangat layak untuk ditonton masyarakat. Jangan ragu membawa serta
anak-anak untuk menyaksikan film ini. Sebab, film ini sangat santun. Sekaligus
menegaskan bahwa sebuah film tanpa harus menyuguhkan bumbu adegan sex, ternyata
tidak mengurangi daya tarik dari film tersebut, seperti pada ”99 Cahaya di
Langit Erova (2)”. Rasanya sangat disayangkan jika film ini terlewatkan.